Bandar Lampung (potensinews.id) – Hari ini, Kamis (1/12/2022) segenap penjuru warga dunia peringati Hari AIDS Sedunia 1 Desember.
Kampanye global menahun, meningkatkan kesadaran global atas bahaya dari penyakit menular penyerang sistem kekebalan tubuh manusia sehingga mudah terdera berbagai penyakit lain, Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) ini.
AIDS disebabkan Human Immunodeficiency Virus (HIV). Dalam sejarahnya, pertama kali ditemukan pada hewan simpanse di wilayah Kinshasa, kota terbesar berpertumbuhan tercepat dan punya jaringan transportasi aksesibel ke seluruh negara, di Republik Demokratik Kongo, Afrika.
Para ahli kala itu meyakini HIV berasal dari spesies simpanse yang menulari manusia. Pada simpanse, virus itu dinamai Simian Immunodeficiency Virus (SIV). Sebelum sebabkan penularan HIV pada manusia, penularan virusnya mungkin berasal dari perburuan daging simpanse, lalu pemburu terkena darah hewan terinfeksi. Studi Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) Amerika Serikat (AS) menunjukkan, HIV mungkin telah menular dari simpanse ke manusia sejak akhir 1800-an.
Sebuah laporan menyebut sejarah di balik penularan HIV/AIDS dari Kongo hingga ke seluruh dunia. Pemicunya, perdagangan seks merajalela, pertumbuhan populasi, sampai jarum suntik non steril di klinik diduga jadi penyebab penyebaran virus HIV pesat saat itu. Sejarah pun mencatat AIDS lantas melanglang buana di Amerika, Eropa, dan seluruh dunia. Celaka.
Sampai detik ini, HIV/AIDS terus menjadi masalah kesehatan komunitas global. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2020, sebanyak 680 ribu orang meninggal dunia akibat HIV/AIDS, dan ada 37,7 juta orang mengidap HIV seluruh dunia. Bukannya menurun, WHO mencatat 38,4 juta orang mengidap HIV sedunia di 2021.
Dari jumlah 2021 itu, mayoritas dari Afrika, ada 25,6 juta kasus. Disusul Asia Tenggara dan AS dengan jumlah kasus HIV masing-masing 3,8 juta kasus. Diikuti wilayah Eropa 2,8 juta kasus, Pasifik Barat 1,9 juta kasus, kawasan Mediterania Timur 430 ribu kasus.
Berdasar jenis kelamin, pada 2021 pengidap HIV terbanyak perempuan, 19,7 juta orang dibanding laki-laki 16,9 juta orang. Berdasar kelompok usia kasus HIV global di kelompok usia 15 tahun ke atas 36,7 juta kasus, dan anak 15 tahun kebawah cuma 1,7 juta kasus.
Di Indonesia? Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), orang dengan HIV di Indonesia hingga Juni 2022, total pengidap tersebar di seluruh provinsi mencapai 519.158 orang.
Idem kasus global, jumlah ini meroket dari tahun lalu. Data Kementerian Kesehatan, secara akumulatif jumlah Orang Dengan HIV (ODHIV) yang dilaporkan sampai Maret 2021 ada 427.201 orang. Sedang jumlah kumulatif kasus AIDS sampai Maret 2021 ada 131.417 orang. Jadi, angka kasusnya naik terus? Celaka duabelas.
Dunia, pun Indonesia, tak tinggal diam. Pengobatan penyakit HIV/AIDS pun terus dikembangkan. Termasuk kabar baik, antara lain dengan hadirnya Cabenuva, yang telah mendapatkan izin edar dari Food and Drugs Administration (FDA) Amerika Serikat.
Cabenuva diyakini bisa obati infeksi HIV. Meski pun kenyataannya, belum semua negara setuju untuk menggunakan obat tersebut pada ODHIV. Termasuk Indonesia, kini masih gunakan antiretroviral (ARV), jadi satu-satunya pengobatan bagi ODHIV.
Apa itu Cabenuva? Disitat ulang dari CNN Indonesia, disebutkan bahwa Cabenuva ini sebenarnya rejimen resep lengkap yang digunakan untuk mengobati infeksi HIV-1. Obat bisa diberikan pada 12 tahun ke atas. Bukan cuma usia, berat badan pasien 35 35 kilo minimal, harus. Kurang dari itu, dilarang.
WebMD melaporkan, obat ini diberikan via suntikan ke otot sesuai petunjuk dokter, sebulan atau dua bulan sekali, gantikan rejimen ARV yang harus diminum tiap hari.
Di bagian tubuh mana disuntikan? Biasanya di bokong. Dosis, semua didasarkan pada kondisi medis dan respons pasien terhadap pengobatan. Namun, tak semua ODHIV bisa menerima injeksi obat ini. Anjuran kerasnya, Cabenuva tak disarankan diberikan kepada mereka yang sedang mengonsumsi obat karbamazepin, okskarbazepin, fenobarbital, dan sejenisnya.
Efek samping? Ada. Seperti obat kimia lain, Cabenuva punya efek samping tertentu. Menyitat situs Cabenuva, efek samping penggunaannya antara lain reaksi alergi. Ditandai dengan ruam, lalu diikuti satu tanda/gejala lain misal demam, kelelahan, kesulitan bernapas, lecet atau luka di mulut, mata merah atau bengkak, nyeri otot/sendi, pembengkakan di mulut, wajah, bibir, lidah.
Lalu, masalah pada organ hati. Bagi mereka yang punya riwayat virus hepatitis B/C atau yang punya masalah pada hati, punya risiko perburukan saat lakukan pengobatan ini. Tapi patut dicatat, masalah jua bisa muncul pada orang yang tak punya rekam medis gangguan hati. Umumnya, efek ini ditandai feses warna terang, hilang selera makan, kulit atau mata menguning, mual-muntah, nyeri sisi kanan perut, warna urine gelap.
Berikutnya, depresi, dengan gejala seperti merasa sedih atau putus asa, cemas atau gelisah, hingga punya pikiran menyakiti diri sendiri yang bisa saja tetiba muncul selama pengobatan. Konsultasi dengan profesional saat ini muncul, solusinya.
Kapan ya, Cabenuva beroleh izin edar di Indonesia? Atau kapan ya Indonesia punya obat HIV/AIDS mandiri yang tak kalah hebat khasiat dengan Cabenuva? Allah tidak tidur. (Red/Muzzamil)