Udo Z Karzi Luncurkan Novel Berlatar Gerakan Mahasiswa 1990-an, ‘Surat Cinta untuk Pithagiras yang Lupa Ditulis’

  • Bagikan
Udo Z Karzi Luncurkan Novel Berlatar Gerakan Mahasiswa 1990-an, ‘Surat Cinta untuk Pithagiras yang Lupa Ditulis’
Novel Surat Cinta untuk Pithagiras yang Lupa Ditulis karya Udo Z Karzi. Foto: Istimewa

Potensinews.id – Novelis Lampung Udo Z Karzi merilis sebuah novel romantis berjudul “Surat Cinta untuk Pithagiras yang Lupa Ditulis”.

Novel berlatar berlatar gerakan mahasiswa 1990-an, gempa Liwa 1994, dan suasana perkebunan kopi ini sudah lama menjadi obsesi Udo Z Karzi yang punya nama asli Zulkanain Zubairi.

Sebelumnya novelis yang lebih suka disebut “tukang tulis’ ini telah menelurkan novel Negarabatin (2016) dan Negarabatin, Negeri di Balik Bukit (2022).

Novel yang terdiri dari 24 bagian ini menceritakan tentang kisah cinta Kenut Ali Kelumbai kepada gadis cantik dan cerdas Pithagiras. Betapa Kenut dikisahkan tak pernah berhenti mencintai Pithagiras.

Meskipun tersebab oleh waktu dan keadaan Kenut harus menyembunyikan perasaan kasmarannya pada Pithagiras. Cintanya pada Pitha tak terkatakan dan terejawantahkan hingga puluhan tahun. Hingga kemudian Kenut bersua dengan Vitalita Dania yang mirip dalam banyak hal dengan Pithagiras.

Kisah asmara pun terjalin, tetapi semua tak berjalan seperti yang diimpikan Kenut. Gempa bumi meluluhlantakan bumi Liwa. Musibah ini juga menimpa keluarga Kenut dan sanak familinya ikut terlanda bencana gempa bumi. Adik tersayangnya, Tiara meninggal dalam bencana alam ini.

Baca Juga:  Ribuan Pengunjuk Rasa Minta Presiden Jokowi Bantu Palestina, bukan Cuma Pidato

Sialnya, Kenut sebagai aktivis dan penulis, ditangkap, ditahan aparat dan masuk bui. Sekeluarnya Kenut dari penjara harus rela kehilangan banyak hal, teman, termasuk kekasih.

Kenut meski terlambat menyadari dan memahami semua itu. Semua menjauhi kehidupannya . Kenut telah kehilangan segalanya termasuk kekasihnya. Wajah-wajah orang yang dikasihinya berseliweran mulai dari Pithagiras. Bagi Kenut sedari awal begitu dekat dengan kehidupannya. Dekat namun tak terengkuh oleh Kenut.

Ada sosok tari gadis manis yang terlalu singkat mampir lubuk hatinya, karena harus terlepas karena dijodohkan orangtuanya. Kemudian ada Tiara adiknya tersayang yang harus pergi bersama korban gempa Liwa lainnya.

Lalu Vitalita Dania yang sempat menjadi tumpuan kasih-sayang dan harapan Kenut di masa depan. Namun, dalam perjalanan waktu Vita sulit menerima keadaan Kenut yang penuh ketidakpastian sebagai sosok aktivis. Vita pada akhirnya lebih memilih sosok yang lebih jelas masa depannya.

Baca Juga:  Gila Gelar!

Sebelumnya, Nafsiah yang sempat mendekati Kenut dan datang dengan sekeping hati dan ketulusan. Namun, Kenut mengabaikannya hingga Nafsiah pergi karena penyakit kanker merenggut nyawanya.

Pada muaranya cinta Kenut pun berlabuh pada sosok gadis dari Teluk Pandan Elatri Sulistyawati. Kemudian Kenut pun akhirnya mempersunting Elatri. Keduanya sepakat membangun mahligai rumah tangga dan tinggal di Negarabatin, Liwa. Menurut Udo Z Karzi, novel ini lahir dari inspirasi banyak pihak, baik berupa dari gagasan maupun ceritanya.

Udo lebih lanjut, membabarkan, merasa berutang ide kepada Knut Hamsun (1859–1952), novelis Norwegia, penerima Nobel Sastra 1920. Nama Knut Hamsun secara kebetulan mirip dengan nama Mamak Kenut, seorang tokoh fiktif dalam khazanah folklor Lampung.

Baca Juga:  LBH SBL Kolaborasi dgn PAPELA Roadshow Penyuluhan Hukum dalam Program BPHN MENGASUH.

“Mamak Kenut ini kemudian saya gunakan sebagai nama tokoh dalam kolom-kolom saya. Dan, dalam novel ini saya modifikasi menjadi nama tokoh utama, Kenut Ali Kelumbai (aku). Sedangkan Pythagoras, filsuf Yunani yang terkenal dengan rumus Pythagoras-nya, dipinjam dengan modifikasi juga untuk nama seorang perempuan cantik dan cerdas: Pithagiras,” terang Udo yang pernah menyabet penghargaan Rancage 2017 dari novelnya bertajuk: Negarabatin (2016).

Udo Z Karzi juga mengakui sedikit banyak meminjam kisah aktivis prodemokrasi asal Lampung Muhajir Utomo, Andi Arief, dan (alm) Bambang Ekalaya yang pernah ditangkap, diculik, dan ditahan aparat di era masing-masing.

“Sedikit-banyak saya meminjam cerita mereka untuk novel ini. Juga berdiskusi dengan novelis Rosita Sihombing dan Rilda Taneko yang kian menumbuhkan kecintaan pada Lampung dan mendorong saya untuk merampungkan novel ini,” ujar novelis cum jurnalis ini. (Christian Saputro)

  • Bagikan