Dipetik kutipan Reels Instagram pribadinya pekan lewat, Henry Yoso kepada salah satu pewarta menyebut kata “gagal” sebagai representasi refleksi gerakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika di Indonesia.
“Gagal, kita masih gagal, mulai dari pencegahannya, pemberantasannya, hingga rehabilitasi pengguna yang masih belum semuanya mengikuti standardisasi internasional,” demikian petikan ujar Henry.
Ini hal miris, jadi pekerjaan rumah raksasa anak bangsa. Pasalnya, Indonesia telah ditetapkan berstatus darurat narkoba.
Mengapa? “Karena angka prevalensi (pengguna narkoba) telah mencapai 4,2 juta jiwa dengan kematian akibat barang tersebut 50 orang per hari, dan kerugian ekonomi Rp63 triliun per tahun,” kata Ketua BNN saat itu Anang Iskandar, jumpa pers di Kementerian Komunikasi dan Informatika, 29 April 2015. Soal ini, Presiden Jokowi juga pernah keras sampaikan alarm pengingat.
Sementara, pidato pembuka Henry Yoso menyebut, sebagai NGO yang selama ini aktif di ragam pertemuan global, GRANAT berobsesi, berusaha perjuangkan diri agar dapat tergabung Zona NGO Commission on Narkotic Drugs/CND, suatu gerakan NGO antinarkoba internasional yang jembatani komunikasi masyarakat dunia dengan PBB.
“Sebagai anggota NGO Drugs, GRANAT akan peroleh sertifikasi sebagai penasihat khusus pada Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (United Nations Economic and Social Council/UN ECOSOC), dengan menyandang status sebagai Special Consultative. Kita akan jadi pembicara di Sidang PBB, karena PBB butuh suara aktif dari kawasan Asia Tenggara terutama Indonesia,” kata dia.
“Saya menyeru seluruh anggota GRANAT di Indonesia, mari kita lebih meningkatkan lagi pengabdian untuk menyelamatkan bangsa dari kehancuran akibat dari peredaran dan penyalahgunaan narkoba. Semboyan kita, Mengabdi Untuk Bangsa Dengan Semangat Pengabdian Tanpa Batas,” lantang dia.
“Kami mengajak semua pihak, pemerintah maupun GRANAT, mengedepankan upaya pencegahan dan menciptakan budaya, beri pemahaman masyarakat bahwa kerja-kerja cegah berantas narkoba bukan hanya tugas pemerintah, tapi kewajiban kita semua dari (lingkup dan dengan pendekatan) agama hingga keluarga,” seru advokat kondang kelahiran Krui, Pesisir Barat, 1 April 1954 ini.
Jebolan FH UII Yogyakarta 1981, politisi PDI Perjuangan itu menggugah publik agar eks pecandu narkoba yang telah kembali ke tengah masyarakat, difungsikan, dan diajak terlibat langsung dalam pemberantasan khususnya pencegahan. “Ini sejalan dengan rekomendasi Sidang Tahunan Commission on Narcotic Drugs tahun 2017,” ucapnya.
Lahul Fatihah untuk mantan Sekjen DPP GRANAT mendiang HM Ashar Soerjobroto, dan siapa pun pahlawan pejuang gerakan antinarkoba Tanah Air lainnya, tercatat tidak tercatat. Selamat bermusyawarah, GRANAT. Semoga beragregat. (Muzzamil)