Potensinews.id, BANDARLAMPUNG – Malam Lailatul Qodar adalah malam istimewa yang ditunggu-tunggu bagi seluruh kaum mukmin yang diridai Allah
Namun, malam yang keutamaannya melebihi malam seribu bulan itu tak ada yang tahu pasti kapan terjadinya. Selama ini kita hanya mengundang spekulasi yang mungkin sedikit mendekati.
Akan tetapi, spekulasi ini tidak lantas opini atau pendapat buta tanpa ilmu. Tentunya hal itu berlandaskan keilmuan yang ketat dan tidak asal ucap.
Dikutip dari sebuah kitab, bahkan seorang Syekh Abdul Qodir Al-Jilani (Tuan Syekh) yang memiliki kecenderungan batiniah tidak mau menyimpulkan dari narasi batiniahnya.
Beliau tetap mengambil pendapat dari para imam dan fuqaha dari kalangan salafus saleh. Menurutnya, malam Lailatul Qadar terjadi pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan, tepatnya malam 27.
kecenderungan itu dikuatkan dengan ragam dalil, diantaranya dari Ibnu Umar ra
“Sementara para sahabat selalu menceritakan kepada Nabi Saw. tentang mimpi-mimpi mereka bahwa Lailatul Qadar terjadi pada malam ketujuh dari sepuluh malam yang akhir, maka Nabi Saw bersabda
“Sungguh aku melihat bahwa mimpi kalian benar, dan Lailatul Qadar terjadi pada sepuluh malam yang akhir. Maka siapa yang mau mencarinya, carilah pada sepuluh malam yang akhir”
Tuan Syekh menguatkan kembali argumennya tentang Lailatul Qadar pada malam 27 dengan mengambil dalil yang sekaligus simbolisme sufisme tentang angka tujuh.
Diambil dari narasi dialog panjang antara Ibnu Abbas dengan Umar bin Khattab menegaskan, bahwa segala hal berporos pada angka tujuh. Contohnya tujuh lapisan langit, tujuh lapisan bumi, malam-malam tujuh
Kemudian, tujuh planet-planet, tujuh bintang-bintang, sai antara shafa dan marwah tujuh kali, thawaf tujuh kali, lempar jumrah tujuh kali, penciptaan manusia selama tujuh hari, pemberian rezeki tujuh hari
Lalu, membasuh muka tujuh kali, kata alhamdu dijadikan sebagai pembuka tujuh surat, tujuh bacaan Alquran (sabatu ahruf), dan lain sebagainya, yang menyiratkan ragam rahasia angka tujuh.
Pedapat lain datang dari Imam Malik mengatakan, bahwa malam itu terjadi di semua malam sepuluh hari terakhir, sedangkan Imam Syafi’i, menyatakannya pada malam 21 Ramadan.
Selain itu, mereka yang mengikuti pendapat Aisyah ra. Lailatul Qadar terjadi pada malam 29 Ramadan, sementara Abu Burdah al-Aslami menyimpulkannya pada malam 23 Ramadan.
Sementara itu, Abu Dzar dan Hasan Al-Bashri menyimpulkannya pada malam ke-25, dan Ibnu Abbas dan Ubay bin Kaab menyimpulkan Lailatul Qadar terjadi pada malam ke-27.
Kitab-Kitab yang Menerangkan Terjadinya Lailatul Qadar
Merujuk keterangan dari kitab I’anatuth Thaalibiin juz II halaman 257, cetakan al ‘Alawiyyah Semarang, bila awal Ramadan hari Ahad atau Rabu, maka lailatul qadar malam ke-29. Bila awal Ramadan hari Senin, maka lailatul qadar malam ke-21
Bila awal Ramadan hari Selasa, atau Jumat maka lailatul qadar malam ke-27.
Bila awal Ramadan hari Kamis, maka lailatul qadar malam ke-25. Bila awal Ramadan hari Sabtu, maka lailatul qadar malam ke-23
Kedua:
Dalam kitab Hasyiyah ash Shaawi ‘alal Jalaalain juz IV halaman 337, cetakan Daar Ihya al Kutub al ‘Arabiyyah disebutkan:
Bila awal Ramadan hari Minggu, maka lailatul qodar malam ke-29. Bila awal Ramadan hari Senin, maka lailatul qodar malam ke-21. Bila awal Ramadhan hari Selasa, maka lailatul qodar malam ke-27
Lalu, bila awal Ramadan hari Rabu, maka lailatul qodar malam ke-19. Bila awal Ramadan hari Kamis, maka lailatul qodar malam ke-25. Bila awal Ramadan hari Jumat, maka lailatul qadar malam ke-17. Bila awal Ramadan hari Sabtu, maka lailatul qadar malam ke-23
Ketiga:
Dalam kitab Hasyiyah al Bajuri ‘ala Ibni Qaasim al Ghaazi juz I halaman 304, cetakan Syirkah al Ma’arif Bandung, juga disebutkan:
Bila awal Ramadan hari Jumat, maka lailatul qadar malam ke-29. Bila awal Ramadan hari Sabtu, maka lailatul qadar malam ke-21. Bila awal Ramadan hari Minggu, maka lailatul qadar malam ke-27
Kemudian, bila awal Ramadan hari Senin, maka lailatul qadar malam ke-29. Bila awal Ramadan hari Selasa, maka lailatul qadar malam ke-25. Bila awal Ramadan hari Rabu, maka lailatul qadar malam ke-27. Bila awal Ramadan hari Kamis, maka malam ganjil setelah malam ke-20
Keempat:
Merujuk pada Manaqib Abul Hasal Asy – Syadali menerangkan:
Bila awal Ramadan hari Jumat, maka lailatul qadar malam ke-17. Bila awal Ramadan hari Sabtu, maka lailatul qadar malam ke-23.
Selanjutnya, bila awal Ramadan hari Minggu, maka lailatul qadar malam ke-29. Bila awal Ramadan hari Senin, maka lailatul qadar malam ke-21. Bila awal Ramadan hari Selasa, maka lailatul qadar malam ke-27.
Lalu, bila awal Ramadan hari Rabu, maka lailatul qadar malam ke-19. Bila awal Ramadan hari Kamis, maka malam ganjil setelah malam ke-25.
Lailatul qadar bisa terjadi tanpa kepastian. Allah merahasiakan jatuhnya malam Lailatul Qadar sebagaimana Dia merahasiakan perkara-perkara lainnya.
Hanya orang-orang tertentu yang mendapatkan tanda-tanda lailatul qadar.
Wallahu alam bish shawab. (Virgo)