Potensinews.id, BANDARLAMPUNG – Pemerintah Indonesia berencana mengucurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada 18 juta rakyat miskin di bulan Februari.
Bantuan ini, yang bernilai total Rp600 ribu, merupakan pembayaran rapelan untuk tiga bulan: Januari, Februari, dan Maret.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, tujuan BLT ini adalah sebagai upaya mitigasi risiko pangan.
“Bantuan langsung tunai ini akan diberikan selama tiga bulan, dan nantinya akan dievaluasi lagi untuk tiga bulan berikutnya. Setiap bulan, bantuan sebesar Rp200 ribu akan diberikan,” jelas Airlangga pada Senin, 29 Januari 2024.
Sasarannya adalah 18,8 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM), yang berbeda dengan program bantuan pangan beras 10 kilogram yang ditujukan kepada 22 juta penerima sampai Juni 2024.
Airlangga menambahkan bahwa perbedaan penerima bantuan ini tergantung pada data yang diolah oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK).
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyatakan telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp11,25 triliun untuk program BLT ini.
Namun, penyaluran bantuan untuk bulan Januari belum dilakukan karena koordinasi yang masih berlangsung antara Kementerian Keuangan dan Kementerian Sosial.
Sri Mulyani mengakui bahwa teknis penyaluran masih dalam tahap finalisasi.
“Kami sedang menunggu kesiapan dari Kementerian Sosial untuk proses penyaluran BLT ini,” ujar Sri Mulyani.
Di sisi lain, Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), menyampaikan pandangan kritis.
Menurutnya, pemberian BLT ini cenderung memiliki nuansa politis, terutama menjelang pemilihan umum.
“Pola Perlindungan Sosial saat ini hampir mirip dengan siklus tahun 2014 dan 2019, di mana anggaran perlindungan sosial meningkat secara signifikan menjelang Pemilu,” tutur Bhima, Selasa, 30 Januari 2024.
Bhima juga menyoroti kontradiksi dalam kebijakan pemerintah.
Di satu sisi, ada peningkatan impor pangan yang seharusnya dapat menstabilkan harga pangan, namun di sisi lain, pemerintah tetap memberikan bantuan sosial secara besar-besaran.
“Ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara kebijakan impor pangan dengan kebijakan bantuan sosial,” tutupnya.
Penyaluran BLT ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat miskin, namun tetap memunculkan pertanyaan mengenai efektivitas dan konsistensi kebijakan pemerintah. (Virgo/Jon)