PLN

Hadapi Tantangan Perubahan Iklim, PLN NP Pacu Pengembangan EBT

×

Hadapi Tantangan Perubahan Iklim, PLN NP Pacu Pengembangan EBT

Sebarkan artikel ini
Hadapi Tantangan Perubahan Iklim, PLN NP Pacu Pengembangan EBT
PLN NP menjadikan TMC sebagai salah satu mitigasi risiko dalam menghadapi ancaman perubahan iklim. Hal ini dilakukan untuk menambah pasokan air bagi PLTA di wilayah yang mengalami kemarau panjang. Foto: Istimewa

Potensinews.id – Hadapi tantangan perubahan iklim PLN NP pacu pengembangan EBT.

Ancaman krisis iklim yang semakin nyata mendorong PLN Nusantara Power (PLN NP) untuk mengambil langkah strategis.

Bukan hanya mitigasi risiko, PLN NP bahkan menjadikan tantangan ini sebagai peluang untuk mengembangkan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT).

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memperingatkan dunia akan bahaya krisis iklim yang kian nyata.

Dalam 12 bulan terakhir, suhu global rata-rata meningkat 1,63 derajat Celsius dibandingkan dengan era pra-industri.

Hal ini memicu berbagai bencana alam seperti gelombang panas, curah hujan ekstrem, kekeringan, menipisnya lapisan es, dan kenaikan permukaan air laut.

Dampak perubahan iklim ini pun tak luput dari dunia usaha, termasuk industri pembangkitan listrik.

Direktur Keuangan PLN NP, Dwi Hartono, menyatakan bahwa perubahan iklim menghadirkan dua sisi mata uang bagi perusahaan.

Baca Juga:  PLN Nusantara Power Gandeng Perusahaan Tiongkok Kembangkan PLTB

Di satu sisi, kondisi ini mendorong pengembangan EBT, namun di sisi lain juga dapat menghambat produksi listrik dan operasional pembangkit.

“Contohnya, saat kemarau berkepanjangan, operasional PLTA terganggu karena kurangnya air. Tapi, di saat yang sama, kemarau dan langit cerah meningkatkan produksi PLTS kami,” jelas Dwi Hartono, Kamis, 20 Juni 2024.

Sebaliknya, saat musim hujan ekstrem, produksi PLTA meningkat karena pasokan air melimpah.

Namun, hujan lebat juga dapat mengganggu operasional pembangkit lain akibat terhambatnya pasokan bahan bakar seperti batu bara dan BBM.

Salah satu contoh nyata dampak perubahan iklim adalah bencana kekeringan panjang di Sulawesi Selatan tahun lalu yang berimbas pada PLTA di wilayah tersebut.

Produksi PLTA 800 MW turun hingga 75 persen dan hanya mampu beroperasi 200 MW.

Baca Juga:  PLN Nusantara Power Gelar SPKI 2025, Dorong Inovasi Hijau Demi Masa Depan Berkelanjutan

Menyadari hal ini, PLN NP tak tinggal diam. Berbagai langkah strategis telah dan akan terus dilakukan untuk meminimalisir dampak perubahan iklim terhadap bisnis dan berkontribusi pada kelestarian lingkungan.

Mitigasi Risiko dan Pemanfaatan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC)

PLN NP menggunakan teknologi TMC untuk meningkatkan intensitas hujan di beberapa unit pembangkit.

Hal ini dilakukan untuk menjaga pasokan air PLTA di musim kemarau. Anggaran untuk TMC ini telah dialokasikan sejak awal tahun dan tidak berdampak signifikan terhadap keuangan perusahaan.

Pengembangan Pembangkit Ramah Lingkungan

PLN NP tak hanya fokus pada mitigasi, tetapi juga berinvestasi pada pembangkit baru yang ramah lingkungan.

Contohnya, PLTS Terapung Cirata dan PLTS di Ibu Kota Negara (IKN) yang saat ini sudah menghasilkan 10 MW.

Baca Juga:  PLN NP Raih Penghargaan atas Kontribusi Pembangunan Desa

Investasi ini bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan ketahanan energi jangka panjang.

Strategi Manajemen Risiko dan Pengelolaan Keuangan

PLN NP menerapkan tiga pendekatan dalam strategi manajemen risiko dan pengelolaan keuangan:

  • Penilaian risiko lingkungan secara rutin untuk mengidentifikasi dan mengelola dampak perubahan iklim.
  • Penyusunan rencana kontinjensi untuk menghadapi bencana alam seperti banjir, badai, dan kekeringan.
  • Kerjasama dengan pemerintah, lembaga internasional, dan sektor swasta dalam mengembangkan proyek mitigasi perubahan iklim.

PLN NP berkomitmen untuk terus berkontribusi dalam menekan dampak negatif perubahan iklim melalui investasi dalam EBT, transparansi, dan laporan keberlanjutan.

“Pengembangan EBT juga bagian dari mitigasi pengelolaan risiko ke depan terkait keuangan. Perusahaan harus punya pembangkit baru yang akan menjadi sumber pendapatan baru saat pembangkit lain memasuki masa sunset,” jelas Dwi Hartono.