Bandar Lampung

Aksi Diam di Tugu Adipura: KLASIKA dan Lingkaran Ketjil Tuntut Pembubaran DPR

×

Aksi Diam di Tugu Adipura: KLASIKA dan Lingkaran Ketjil Tuntut Pembubaran DPR

Sebarkan artikel ini
Aksi Diam di Tugu Adipura: KLASIKA dan Lingkaran Ketjil Tuntut Pembubaran DPR Aksi Diam di Tugu Adipura: KLASIKA dan Lingkaran Ketjil Tuntut Pembubaran DPR
Aksi diam digelar di Tugu Adipura Bandar Lampung oleh Kelompok Studi Kader (KLASIKA) dan Kelompok Lingkaran Ketjil. Foto: Istimewa

Potensinews.id – Aksi diam di Tugu Adipura KLASIKA dan Lingkaran Ketjil tuntut pembubaran DPR.

Kelompok Studi Kader (KLASIKA) dan Kelompok Lingkaran Ketjil menggelar aksi diam di Tugu Adipura, Bandarlampung, pada Rabu, 21 Agustus 2024, sebagai bentuk protes terhadap keputusan kontroversial yang diambil oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Aksi ini muncul di tengah upaya DPR dan pemerintah untuk membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengatur batas usia dan syarat pencalonan kepala daerah.

Aksi yang menarik perhatian masyarakat tersebut menjadi sorotan utama ketika para peserta mengenakan kostum cosplay bertopeng dari serial Money Heist, simbol yang mereka gunakan untuk menyuarakan ketidakpuasan terhadap keputusan DPR.

Baca Juga:  LDS Buka Kesempatan Gen-Z Pantau Pilkada di Bandarlampung

Kelompok ini menuntut agar DPR dibubarkan, dengan alasan keputusan yang diambil tidak merepresentasikan kepentingan rakyat.

“Pimpinan Kelompok Lingkaran Ketjil, Damar, dalam orasinya menegaskan, ‘Bubarkan DPR jika keputusan yang diambil tidak merepresentasikan kepentingan rakyat.’

Pernyataan tersebut menggarisbawahi kekecewaan mendalam yang dirasakan oleh kelompok ini terhadap langkah yang diambil oleh DPR.

Protes ini juga mencerminkan gelombang ketidakpuasan yang meluas di kalangan warganet Indonesia. Media sosial dibanjiri dengan gambar lambang burung garuda yang disertai tulisan “Peringatan Darurat”, sebagai simbol perlawanan terhadap keputusan DPR.

Direktur KLASIKA Lampung, Ahmad Mufid, mengkritik keras tindakan DPR yang dianggapnya sebagai pembangkangan terhadap konstitusi.

“Putusan MK final dan mengikat semua, baik negara, lembaga negara, maupun warga. Putusan MK harus dijadikan rujukan bagi pasal-pasal yang terkait dengan threshold dan batas usia calon di Pilkada serentak 2024,” ujarnya.

Baca Juga:  Kapolda Baru Irjen Pol Akhmad Wiyagus Undang Pimpinan Organisasi Profesi Dan Media Masa

Mufid juga mengingatkan bahwa revisi undang-undang yang dilakukan DPR kali ini tidak mencerminkan kebutuhan mendesak dan hanya dipaksakan demi kepentingan politik tertentu.

“Kami melihat tidak ada alasan mendesak untuk merevisi UU Pilkada. Ini aneh karena dipaksakan secara kilat. Putusan MK seharusnya menjadi acuan yang mengikat semua pihak,” tambahnya.

Keputusan terbaru Baleg DPR RI yang mengubah batas usia calon kepala daerah sesuai dengan Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 dan menyesuaikan syarat pencalonan dengan ketentuan partai di DPR RI dan partai nonparlemen, telah menuai kecaman luas.

Banyak pihak menilai langkah tersebut tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan keadilan, serta tidak mencerminkan kepentingan rakyat.

Baca Juga:  PLN UP Bandarlampung Gandeng Akademisi Cari Solusi Banjir Rajabasa Pemuka