Potensinews.id – Menuju pendidikan gratis yang berkeadilan di Lampung.
Poros Wartawan Lampung memberikan dukungan penuh terhadap kebijakan Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, yang menyatakan akan mengkaji ulang penerapan iuran komite sekolah.
Langkah ini patut diapresiasi karena merepresentasikan keberpihakan pada masyarakat, terutama kelompok ekonomi lemah yang selama ini menghadapi tekanan biaya pendidikan yang tidak kecil.
Evaluasi terhadap kebijakan uang komite menjadi momentum penting untuk membenahi akar persoalan akses pendidikan di Lampung.
Sejauh ini, banyak sekolah termasuk sekolah negeri menerapkan iuran komite dalam jumlah tinggi. Meskipun secara regulasi iuran tersebut bersifat sukarela, di lapangan seringkali terjadi tekanan halus yang menjadikannya seolah wajib.
Ini tentu menjadi ironi di tengah upaya pemerintah mewujudkan pendidikan untuk semua.
Pendidikan adalah hak konstitusional warga negara. UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan negara bertanggung jawab dalam penyediaannya.
Maka, iuran dalam bentuk apa pun yang memberatkan masyarakat bertentangan dengan semangat konstitusi tersebut.
Evaluasi terhadap uang komite adalah langkah awal yang baik. Namun, Poros Wartawan Lampung mendorong agar visi ke depan diarahkan untuk mewujudkan pendidikan gratis dan bebas pungutan dalam bentuk apa pun di seluruh sekolah negeri di Lampung.
Gagasan pendidikan gratis bukanlah sesuatu yang utopis. Banyak negara, bahkan beberapa daerah di Indonesia, telah mulai menerapkan pendidikan tanpa pungutan hingga tingkat SMA. Lampung, dengan kekuatan APBD yang cukup dan prioritas pembangunan yang jelas, sangat mungkin menjadi pelopor pendidikan gratis di Sumatera.
Hal ini tentu membutuhkan komitmen politik yang kuat, perencanaan anggaran yang cermat, dan tata kelola pendidikan yang bersih.
Pengalokasian dana pendidikan minimal 20 persen dari APBD harus dimaksimalkan untuk membiayai operasional sekolah secara menyeluruh. Artinya, kebutuhan dasar sekolah tidak lagi dibebankan kepada orang tua melalui iuran komite, melainkan ditanggung negara sebagaimana mestinya.
Komite sekolah sejatinya adalah wadah komunikasi antara pihak sekolah dan masyarakat, bukan lembaga pemungut dana.
Prinsip gotong royong dalam mendukung pendidikan tetap relevan, tetapi harus berbasis pada keikhlasan, transparansi, dan kemampuan. Bukan tekanan, bukan rasa takut, apalagi diskriminasi terhadap siswa yang orang tuanya tidak mampu membayar.
Pungutan yang dibungkus dengan nama “komite” sering kali menjadi legitimasi bagi sekolah untuk mencari pendanaan tambahan.
Padahal, jika anggaran pendidikan dikelola secara efisien, hal tersebut dapat ditekan. Negara harus hadir untuk menutup celah ini dan mencegah pendidikan berubah menjadi ladang komersialisasi terselubung.
Dalam konteks ini, media memiliki tanggung jawab besar sebagai mitra kritis pemerintah dan suara rakyat. Poros Wartawan Lampung berkomitmen untuk terus mengawal proses evaluasi kebijakan pendidikan di daerah ini.
Pers harus menjadi alat kontrol sosial yang efektif, menyuarakan kepentingan publik, dan memastikan bahwa setiap langkah kebijakan berjalan dalam kerangka keadilan sosial.
Kami percaya bahwa perubahan kebijakan hanya akan berdampak apabila dikawal secara konsisten oleh masyarakat sipil, termasuk media.
Evaluasi uang komite jangan berhenti sebagai wacana populis semata, melainkan harus ditindaklanjuti dengan regulasi yang melindungi hak peserta didik dan orang tua dari pungutan yang tidak berdasar hukum.
Pendidikan adalah investasi jangka panjang. Negara yang tidak serius membiayai pendidikan sedang menyiapkan generasi yang tertinggal. Lampung harus menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama pembangunan. Pendidikan gratis bukan hanya mungkin, tetapi harus diperjuangkan.
Poros Wartawan Lampung meyakini bahwa dengan komitmen yang kuat dari pemerintah, dukungan masyarakat, dan pengawasan publik yang aktif, Lampung bisa menjadi contoh daerah yang berhasil mewujudkan pendidikan yang inklusif, gratis, dan berkualitas.
Karena pada akhirnya, setiap anak di Lampung berhak bermimpi tinggi tanpa harus dibebani tagihan komite yang memberatkan orang tuanya.
Oleh: Junaidi Ismail
Koordinator Poros Wartawan Lampung