Opini

Lampung Darurat LGBT

×

Lampung Darurat LGBT

Sebarkan artikel ini
Lampung Darurat LGBT
Junaidi Ismail, S.H., Poros Wartawan Lampung. | Ist

Potensinews.id – Lampung darurat LGBT.

Di tengah arus globalisasi informasi dan liberalisasi budaya yang semakin masif, Provinsi Lampung kini dihadapkan pada fenomena sosial yang mengejutkan: menjamurnya komunitas gay di berbagai wilayah.

Fakta ini terkuak dari data yang beredar luas, mencatat keberadaan puluhan grup gay di media sosial dengan jumlah anggota yang mencapai puluhan ribu. Ini bukan sekadar angka, ini adalah sinyal darurat yang tak bisa kita abaikan.

Dalam sebuah paparan yang beredar, tercatat sedikitnya 27 grup gay aktif di Lampung, tersebar mulai dari Bandar Lampung, Metro, Tanggamus, Lampung Selatan, hingga Way Kanan dan Tulang Bawang.

Salah satu grup bahkan memiliki anggota lebih dari 11 ribu orang. Fenomena ini menunjukkan bahwa kelompok LGBT tidak lagi bersifat minoritas tersembunyi, melainkan telah membentuk komunitas yang terorganisir secara digital, masif, dan berkembang tanpa kendali.

Masalah LGBT bukan hanya soal orientasi seksual individu. Ketika menjadi gerakan sosial masif, ia membawa dampak sosiokultural dan ideologis yang bisa menggerus norma, nilai, serta sendi-sendi masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi moralitas, agama, dan adat ketimuran.

Baca Juga:  PSMTI Lampung Raih Penghargaan atas Dedikasi Tinggi dalam Donor Darah

Dokumentasi yang beredar juga menunjukkan bahwa komunitas ini tidak sekadar berjejaring untuk “bersosialisasi”, tapi juga aktif saling mengajak bertemu, berkegiatan di ruang publik dan tempat hiburan malam, bahkan berpotensi menyasar aparat negara.

Lebih mengkhawatirkan lagi, muncul potensi terjadinya eksploitasi seksual, penyebaran penyakit menular seksual (PMS), dan penyimpangan perilaku yang ditiru oleh generasi muda.

Apakah kita akan terus membiarkan ini berkembang tanpa arah? Apakah nilai-nilai luhur bangsa akan dikorbankan atas nama kebebasan individu yang kebablasan?

Kritik terhadap LGBT bukan bentuk kebencian. Ini adalah wujud kepedulian terhadap masa depan bangsa. Terlebih lagi, mayoritas masyarakat Indonesia adalah pemeluk agama yang mengharamkan praktik homoseksual.

Dalam Islam, Kristen, Hindu, dan agama lainnya, perilaku seks sejenis dinilai menyimpang dan melanggar kodrat penciptaan manusia.

Negara memang menjamin hak setiap warga negara. Namun hak tersebut tidak berarti mutlak dan tak terbatas. Hak individu tidak boleh mencederai tatanan sosial dan moral publik. Ketika perilaku menyimpang dilakukan secara terang-terangan dan bahkan dijadikan gerakan bersama, maka negara wajib hadir untuk menertibkan dan meluruskan.

Baca Juga:  Koko dan Cici Lampung 2022 Junior Ericktwo dan Vania Cindy Callista

Sudah saatnya kita tidak hanya bereaksi di media sosial atau dalam ruang obrolan terbatas. Pemerintah daerah, aparat keamanan, tokoh agama, pendidik, dan seluruh lapisan masyarakat harus bersatu untuk melakukan langkah konkret. Beberapa rekomendasi yang bisa menjadi pijakan yakni:

Pertama, Peningkatan pengawasan digital (patroli siber) terhadap grup-grup online yang menyebarluaskan propaganda LGBT secara aktif.

Lalu, Pembinaan rohani dan konseling psikologis terhadap individu yang teridentifikasi, bukan untuk mendiskriminasi, tetapi menyadarkan mereka atas konsekuensi sosial dan spiritual.

Berikutnya, Pendidikan moral dan seksualitas sehat di lingkungan sekolah, pondok pesantren, dan keluarga.

Kemudian, Pemeriksaan kesehatan berkala, terutama pada komunitas yang berisiko tinggi tertular dan menyebarkan penyakit menular seksual.

Terakhir, Sanksi hukum tegas terhadap individu atau kelompok yang menyebarkan konten asusila, meresahkan masyarakat, atau melakukan penyimpangan seksual di ruang publik.

Baca Juga:  Menyambut Tangan Bung Republik dalam Gelap

Salah satu hal paling mengkhawatirkan dari data yang muncul adalah dugaan bahwa komunitas ini juga mulai menyasar aparat negara, baik dari kalangan TNI maupun Polri. Ini bukan hanya persoalan institusi, tapi harga diri bangsa. Jika aparat sebagai simbol penjaga moral dan keamanan justru menjadi bagian dari jaringan ini, maka kehancuran nilai-nilai tak lagi bisa dibendung.

Sudah saatnya pimpinan lembaga negara bersikap tegas. Lakukan internal audit, bina anggota yang menyimpang, dan perkuat sistem perekrutan dan pembinaan karakter sejak dini.

Lampung harus menjadi pelopor dalam menyikapi darurat moral ini. Jangan tunggu angka kasus HIV/AIDS melonjak. Jangan tunggu generasi muda kehilangan jati diri. Jangan tunggu masyarakat melakukan aksi anarkis akibat frustrasi dengan pemerintah yang tak kunjung bertindak.

Pencegahan lebih murah daripada penanganan. Mari bergerak bersama, bukan untuk membenci, tapi untuk menyelamatkan. Menyelamatkan nilai, akhlak, dan masa depan bangsa.

Oleh: Junaidi Ismail, SH
Poros Wartawan Lampung