Potensinews.id – Audit retribusi pasar Tubaba mendesak, PAD diduga bocor miliaran Rupiah.
Potensi kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari penarikan retribusi di tiga pasar kelurahan di Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba) menjadi sorotan.
Dugaan praktik “permainan” oleh oknum tak bertanggung jawab ini disebut terjadi di Pasar Mulya Asri, Pasar Panaragan Jaya, dan Pasar Daya Murni sepanjang tahun 2024-2025.
Penarikan sejumlah retribusi, meliputi salar (pungutan harian pedagang), parkir, dan sewa bangunan di tiga pasar kelurahan yang dikelola Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskoperindag) Tubaba, diduga mengalami penyimpangan sebelum masuk ke Kas Daerah (Kasda) sebagai PAD.
Penelusuran awak media menemukan sejumlah fakta yang berbeda jauh dari ketetapan pemerintah daerah setempat.
Salah satu temuan mencolok terkait retribusi parkir di Pasar Kelurahan Daya Murni.
Berdasarkan keterangan sumber di lokasi, terdapat 25 titik pengelolaan parkir yang diwajibkan setor Rp100.000 per hari di setiap titik.
Hal serupa terjadi di Pasar Kelurahan Mulya Asri dengan 13 lokasi parkir yang harus setor Rp50.000 per hari per lokasi, ditambah biaya listrik Rp15.000 per bulan dan sewa warung kuliner.
Sementara itu, untuk Pasar Panaragan Jaya ditetapkan setor Rp4.000.000 per bulan.
Angka tersebut berbeda jauh dengan penjelasan Jony Andri, Kepala UPTD Pasar pada Diskoperindag Tubaba. Menurut Jony, Pasar Kelurahan Daya Murni hanya memiliki 22 titik parkir dengan setoran Rp5.175.000 per bulan dan tidak disetorkan setiap hari.
Pasar Mulya Asri disebut ditetapkan sebesar Rp12.500.000 per bulan, dan Pasar Panaragan Jaya Rp4.000.000 per bulan.
“Kalau untuk retribusi itu sudah ditetapkan segitu, yang jelas per tahunnya dari tiga pasar kelurahan tersebut ditetapkan untuk retribusi parkir senilai Rp260.000.000 per tahunnya, itu di luar retribusi salar pasar, sewa toko, dan hamparan,” kata Jony, Rabu, 16 Juli 2025.
Saat dikonfirmasi mengenai retribusi salar, Jony menjelaskan bahwa target PAD tahun 2025 sudah diterbitkan sebesar Rp1,1 miliar.
Namun, ketika ditanya tentang jumlah pedagang yang ditarik salar dari masing-masing pasar kelurahan, Jony berdalih tidak tahu.
Ia beralasan Diskoperindag hingga saat ini tidak memiliki database atau jumlah pedagang di tiga pasar kelurahan.
“Kalau untuk data jumlah pedagang itu kita tidak ada, karena setiap harinya tidak tentu yang berdagang, terkadang hari ini dagang besok tidak dan memang dari dulu tidak ada, dan saat ini tengah kami upayakan agar para pedagang memiliki Nomor Pokok Wajib Retribusi Daerah (NPWRD),” kilahnya.
Jony juga menjelaskan bahwa mekanisme penarikan retribusi salar pasar berbeda-beda, ada yang Rp2.000 per hari dan ada yang Rp3.000 per hari per pedagang.
“Kalau untuk pedagang yang di toko depan itu Rp3.000 per hari, dan untuk pedagang hamparan yang di dalam pasar itu Rp2.000 per hari,” paparnya.
Namun, kejanggalan lainnya tampak dari data petugas di lapangan yang justru memiliki jumlah pedagang tetap.
Di Pasar Daya Murni, ada sekitar 225 pedagang kios dan 98 pedagang hamparan. Pasar Mulya Asri memiliki 325 pedagang kios dan 10 pedagang kuliner.
Sementara Pasar Panaragan Jaya memiliki 80 pedagang toko dan 90 pedagang hamparan yang setiap harinya ditarik retribusi salar.
Kejanggalan lain muncul saat awak media mengkonfirmasi Herliyanti, SE.MM, Kepala Dinas Koperasi UKM, Perindustrian dan Perdagangan, yang keterangannya terkesan berbeda jauh dari penjelasan Kepala UPTD Pasar.
Misalnya terkait honor petugas pasar yang ditugaskan untuk menarik retribusi salar dan sampah.
Herliyanti menjelaskan mekanisme honor petugas pasar berupa bagi hasil atau persentase dari hasil retribusi.
Namun, Jony Andri, Kepala UPTD Pasar, justru menjelaskan bahwa petugas penarikan salar menerima honor dari Diskoperindag sebesar Rp800.000 per bulan berdasarkan SK dari Kepala Dinas.