Potensinews.id – Mukholiq, atau yang kini dikenal sebagai Holiq Bae, mungkin bukan nama yang akrab di lingkungan akademik seni formal.
Namun, seniman digital muda asal Purbalingga yang memilih Lampung sebagai panggung berkaryanya ini, telah membuktikan bahwa pendidikan seni sejati tidak selalu bersumber dari ruang kelas.
Seni, baginya, adalah nafas indah manusia yang harus beradaptasi dan bertransformasi mengikuti derasnya arus zaman.
Lahir pada tahun 2002, perjalanan pendidikan Holiq terhenti di tingkat SMP.
Namun, kekosongan di jalur formal itu justru diisi dengan eksplorasi mendalam di dunia kreatif digital. Di sinilah letak inti pandangannya: seni adalah perpaduan antara hasrat, kepekaan, dan konsistensi berkarya.
Pandangan ini menjadi antitesis terhadap anggapan bahwa legitimasi seniman hanya lahir dari gelar dan ijazah.
Pandangan Holiq bahwa seni harus “mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman” adalah sebuah keniscayaan di era digital.
Ia tidak hanya menyerap teknologi, tetapi menjadikannya medium utama untuk meramu keresahan dan harapan. Karya-karya seperti film pendek “Sebambangan” dan “Cahaya Iman di Jaringan”, serta buku “Siapa Tau Mewakili”, menjadi bukti nyata bagaimana narasi lokal dan isu-isu fundamental dapat dibalut dengan estetika modern.
Inspirasi terbesarnya, Alffy Rev, kreator “Wonderland Indonesia,” memperjelas orientasi Holiq: menggabungkan kearifan lokal dengan teknologi monumental.
Ini adalah visi yang sangat relevan untuk Indonesia, di mana kekayaan budaya seringkali terpinggirkan oleh gempuran budaya global.
Holiq mencoba menarik garis antara tradisi dan modernitas melalui piksel dan editing.
Lebih dari sekadar seniman, Holiq adalah seorang organisator. Melalui Komunitas Satu Lensa Provinsi Lampung, ia mewujudkan visinya dari narasi menjadi aksi kolektif.
Visi Hobi to Profesi yang diusung komunitas ini bukan hanya jargon. Ini adalah janji pemberdayaan, sebuah upaya nyata untuk menjembatani potensi mentah anak muda menjadi karya yang bernilai ekonomi dan sosial.
Ia mendorong pemuda untuk fokus pada karya nyata, bukan sekadar mengikuti tren sesaat di media sosial.
Nafasnya seniman adalah karya, kutipan Holiq ini sesungguhnya adalah pernyataan filosofis yang kuat. Ia menempatkan karya sebagai esensi keberadaan seorang seniman. Selama kita bernapas, maka karya harus terus lahir.
Mukholiq adalah refleksi bagi generasi muda bahwa keterbatasan latar belakang formal bukanlah penghalang untuk menjadi penentu narasi.
Ia membuktikan bahwa dengan hasrat yang membara dan konsistensi dalam medium digital, seorang seniman digital dari Lampung mampu menyuarakan pandangan dan memberikan kontribusi yang berarti.
Ia adalah representasi semangat Sumpah Pemuda dalam konteks abad ke-21: pemuda yang tidak hanya menuntut, tetapi menciptakan peradaban baru melalui karya.












