Artikel

Jadilah “The Main Character” dalam Perubahan Moral Bangsa

×

Jadilah “The Main Character” dalam Perubahan Moral Bangsa

Sebarkan artikel ini
Jadilah The Main Character dalam Perubahan Moral Bangsa
Poster ajakan moral bertajuk “Jadilah The Main Character dalam Perubahan Moral Bangsa” ini mengingatkan masyarakat untuk berperan aktif dalam membangun karakter bangsa, dimulai dari tindakan kecil dan perubahan pribadi. Dok: Ist

Potensinews.id — Di tengah kegaduhan kehidupan serba cepat modern ini, sering kita sendiri punya hati malu menutup mata menjalankan peran sebagai figuran. Melihat liputan korupsi di TV, melihat tawuran pelajar di medsos, membaca scenario intoleransi raja-olandia—semuanya kita lihat dari balik layar, kayak gak milik kita. Tapi setiap manusia punya peran penting dalam penciptaan figur bangsa pertama. Sekarang pun adalah saatnya kita berhenti menjadi figuran dan mulai menjadi “the main character” di revitalisasi moral bangsa.

Degradasi moral tidaklah fenomena baru di Indonesia. Salah satu aksi korupsi yang terus mengulang diri, lain-lain ujaran kebencian di cyber space, hingga perburukan nilai-nilai kesantunan dalam kehidupan sehari-hari menjadi cermin betapa rapuh pondasi moral kita itu. Yang lebih menyangka adalah kedatangan sikap apatis di masyarakat. Banyak berpikir, “Untuk apa saya peduli? Toh saya cuma rakyat biasa.” Pemikiran ini yang justru melanggengkan kemunduran moral bangsa.

Perubahan selalu dimulai dari hal-hal kecil. Saat kita memilih tidak untuk menyontek selama ujian, kita mencoba menanamkan integritas. Saat kita menolak menyebarkan hoaks meskipun materi itu menguntungkan kita sendiri, kita mencoba membangun kejujuran. Saat kita memiliki keberanian untuk menegur teman yang melakukan perundungan, kita mencoba mempraktikkan keberanian moral. Semua aksi kecil ini adalah sebahagian dari cerita besar perubahan bangsa.

Baca Juga:  Spirit Hijrah Menuju Perubahan

Menjadi “the main character” bukan berarti harus menjadi pahlawan super yang menyelesaikan semua masalah sendirian. Ini tentang mengambil tanggung jawab penuh atas peran kita masing-masing. Seorang guru yang konsisten mengajarkan kejujuran adalah main character di kelasnya. Seorang pedagang yang tidak menaikkan harga sembarangan adalah main character di pasar tradisional. Seorang remaja yang menolak tawuran adalah main character di lingkungannya.

Generasi muda memiliki peran strategis dalam transformasi moral ini. Dengan akses teknologi yang luas, mereka bisa menjadi agen perubahan yang efektif. Media sosial yang sering dituding sebagai sumber masalah justru bisa menjadi platform untuk menyebarkan nilai-nilai positif. Kampanye anti-bullying, gerakan literasi, atau sekadar konten yang menginspirasi—semua ini adalah bentuk kontribusi nyata dalam membangun ekosistem moral yang lebih baik.

Namun, perubahan moral tidak akan mungkin berlangsung tanpa dukungan sistemik. Keluarga sebagai madrasah pertama harus mulai lagi menjalankan fungsi sebagai tempat penanaman karakter. Orang tua tidak hanya cukup menyekolahkan anak ke lembaga terbaik, tapi juga harus menjadi teladan dalam kehidupan sehari-hari. Sekolah perlu mengintegrasikan pendidikan karakter bukan hanya dalam mata pelajaran khusus, tetapi dalam setiap aspek pembelajaran.

Pemerintah pun bertanggung jawab besar dalam menciptakan suasana lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan moral. Penegakan hukum yang adil, kebijakan publik yang berintegritas, dan kemudahan para pemimpin dijadikan fondasi penting. Ketika rakyat mengetahui bahwa para pemimpinnya tersebut berpikiran jujur dan bertanggung jawab, mereka akan terinspirasi untuk melakukan hal yang serupa.

Baca Juga:  Mengenang Alvin Lim, Pejuang Keadilan yang Tak Lekang oleh Waktu

Institut agama berperan utama dalam membentuk kesedaran moral dan spiritual masyarakat. Ajaran-ajaran keagamaan yang menekankan kebaikan, kejujuran, dan kemurahan sosial perlu diterjemahkan dalam tindakan nyata, bukan hanya ritual-formal. Jurnalis agama harus berperan di garis depan dalam mempromosikan persatuan dan toleransi di tengah-tengah keragaman.

Tantangan utama dalam perubahan moral adalah konsistensi. Mudah untuk melakukan baik pada satu-satu kali ketika ada orang yang meninjau, tetapi membara untuk konsisten ketika tidak ada orang yang memantau. Di tempat itulah kuatnya karakter diuji. Perubahan moral yang benar terjadi ketika nilai-nilai baik menjadi bagian dari diri kita, tidak hanya topeng yang kita lakukan di tempat umum.

Kita tinggal dalam zaman di mana orang berapapun pun bisa menjadi influencer. Bukan dengan berarti memiliki jutaan followers, tapi dengan kemampuan mempengaruhi lingkaran terdekat kita sendiri. Setiap keputusan yang kita ambil, setiap kata yang kita ucapkan, dan setiap aksi yang kita lakukan punya efek jerami. Dengan memilih untuk berbuat baik, kita memberi kebijaksanaan kepada orang lain untuk melakukan hal yang sama.

Baca Juga:  Fenomena Politik Dagang Sapi dalam Pilkada di Indonesia

Mereka adalah bangsa besar yang telah dibangun oleh manusia-manusia yang berani mendengar suaranya hatinya untuk berperan di tengah-tengah perubahan. Mereka tidak memiliki kebutuhan untuk menunggu orang lain maju terlebih dahulu. Mereka tidak Mempunyai waktu untuk menunda-nunda. Mereka tidak memahami bahwa perubahan beraan dari manusia itu sendiri, dari sini, dan dari sekarang.

So, who is ready to be “the main character” of moral change bangsa? Do not wait for the dramatic moment or the great opportunity. Begin with the simple: speaking the truth even though it hurts, being fair even if nobody likes you, and caring even when it’s not helpful. Because in the grand novel of Indonesia’s moral change, every one of us is the main character that determines the plot. And the novel starts today, with our choices.

Penulis:
Alicia Rea Nodelsa
Mahasiswi UIN Raden Intan Lampung, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Prodi Pendidikan Matematika