Potensinews.id — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI kembali melakukan penggeledahan di Kantor Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Lampung Tengah, Rabu (17/12/2025). Dalam penggeledahan tersebut, penyidik tidak hanya menyita sejumlah dokumen proyek, tetapi juga mengamankan uang tunai senilai ratusan juta rupiah.
Uang ratusan juta rupiah tersebut diduga kuat merupakan bagian dari aliran suap dan gratifikasi dalam perkara korupsi yang menjerat Bupati Lampung Tengah nonaktif, Ardito Wijaya.
Penggeledahan di Dinkes Lampung Tengah merupakan kelanjutan dari rangkaian penyidikan yang dilakukan KPK secara intensif. Sehari sebelumnya, Selasa (16/12/2025), tim penyidik telah menggeledah tiga lokasi lainnya, yakni Kantor Bupati, Rumah Dinas Bupati, serta Kantor Dinas Bina Marga. Langkah ini dilakukan untuk melengkapi alat bukti terkait dugaan pengondisian proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan adanya pengamanan dokumen dan uang tunai dalam penggeledahan tersebut.
“Hari ini tim masih melanjutkan penggeledahan di sejumlah lokasi, salah satunya Dinas Kesehatan. Selain dokumen, tim juga mengamankan uang tunai ratusan juta rupiah,” ujar Budi kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (17/12/2025).
Menanggapi temuan tersebut, Ketua DPP Komite Aksi Masyarakat dan Pemuda untuk Demokrasi (KAMPUD), Seno Aji, S.Sos., S.H., M.H., menilai keberadaan uang tunai di kantor dinas memiliki signifikansi besar dalam pembuktian perkara tindak pidana korupsi.
Menurut Seno Aji, temuan fisik berupa uang tunai di lingkungan pemerintahan tidak lagi sekadar indikasi pelanggaran administratif, melainkan menjadi petunjuk kuat adanya praktik suap yang bersifat transaksional.
“Ditemukannya uang tunai di kantor pemerintah menunjukkan dugaan praktik suap yang bersifat cash and carry. Ini sangat memudahkan pembuktian unsur pidana yang selama ini kerap rumit,” ujarnya.
Lebih lanjut, Seno Aji menjelaskan bahwa barang bukti tersebut akan mempermudah penyidik dalam menelusuri peran pemberi dan penerima suap, khususnya dalam membuktikan unsur “menerima hadiah atau janji” sebagaimana diatur dalam undang-undang tipikor.
“Tantangan berikutnya adalah menelusuri rantai komando, apakah uang ini inisiatif kepala dinas atau atas perintah langsung bupati. Karena itu, kami mengapresiasi langkah KPK dan mendorong pengusutan tuntas secara maraton,” tegasnya.
Diketahui, kasus ini bermula dari dugaan praktik “ijon” proyek yang dilakukan secara sistematis. Bupati nonaktif Ardito Wijaya diduga mematok fee sebesar 15 hingga 20 persen dari nilai proyek kepada para kontraktor sejak dilantik pada Februari 2025. Modus tersebut diduga melibatkan pengaturan pemenang tender agar jatuh kepada pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan keluarga maupun tim sukses bupati.
Para tersangka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang tersebut secara tegas melarang pejabat negara menerima imbalan dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan kewajibannya, dengan ancaman pidana penjara, denda, serta kewajiban pengembalian kerugian negara.
KPK juga menduga uang hasil korupsi digunakan untuk kepentingan pribadi Ardito Wijaya, salah satunya untuk melunasi utang biaya kampanye Pilkada sebesar Rp5,25 miliar. Dana tersebut diduga diterima melalui perantara orang kepercayaannya, termasuk Ranu Hari Prasetyo (adik bupati) dan Riki Hendra Saputra (anggota DPRD).
Hingga berita ini diturunkan, KPK telah menahan lima orang tersangka, yakni Ardito Wijaya, Riki Hendra Saputra, Ranu Hari Prasetyo, Anton Wibowo (Plt Kepala Bapenda), dan Mohamad Lukman Sjamsuri (pihak swasta).
Proses penyidikan masih terus berjalan. KPK memastikan akan mendalami keterlibatan pihak lain serta menelusuri aliran dana ke dinas-dinas lainnya. Seluruh dokumen dan uang tunai yang disita saat ini tengah dianalisis tim forensik KPK sebagai bagian dari kelengkapan berkas perkara sebelum dilimpahkan ke pengadilan.












