Opini

Peta Jalan Pendidikan Islam dan Desain Masa Depan Peradaban

×

Peta Jalan Pendidikan Islam dan Desain Masa Depan Peradaban

Sebarkan artikel ini
Peta Jalan Pendidikan Islam dan Desain Masa Depan Peradaban
Prof. H. Wan Jamaluddin Z., Ph.D, Rektor UIN Raden Intan Lampung, Peraih Penghargaan Tokoh Pendidikan Bervisi Global dan Pelestari Kearifan Lokal JMSI. | Ist

Potensinews.id – Pendidikan Islam hari ini berada pada persimpangan sejarah yang menentukan. Di satu sisi, ia memikul warisan panjang sebagai fondasi pembentukan akhlak dan peradaban umat. Di sisi lain, pendidikan Islam menghadapi tantangan zaman yang kian kompleks, mulai dari disrupsi teknologi, krisis etika, polarisasi sosial, hingga perubahan cara manusia memahami pengetahuan dan kebenaran.

Dalam konteks inilah, peluncuran Peta Jalan Pendidikan Islam oleh Kementerian Agama Republik Indonesia pada Selasa, 30 Desember 2025, menjadi momentum strategis untuk menegaskan kembali arah, tujuan, dan makna pendidikan Islam bagi masa depan bangsa.

Peta jalan ini bukan sekadar dokumen kebijakan administratif, melainkan refleksi mendalam tentang bagaimana pendidikan Islam seharusnya diposisikan sebagai proyek peradaban jangka panjang. Pendidikan tidak cukup dipahami sebagai proses transfer ilmu atau pencetak tenaga kerja, tetapi sebagai ikhtiar sadar untuk membentuk manusia yang beriman, berilmu, dan berkeadaban. Apa yang diajarkan hari ini akan menentukan wajah umat dan bangsa di masa depan.

Dalam perspektif teologis, pendidikan berakar pada keyakinan bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk berakal sekaligus bermoral. Amanah kekhalifahan meniscayakan pengelolaan ilmu secara bertanggung jawab. Oleh karena itu, pendidikan Islam tidak pernah netral nilai. Ia selalu membawa visi tentang kebaikan, keadilan, dan kemaslahatan. Ketika pendidikan kehilangan orientasi etik, ilmu berpotensi berubah menjadi alat dominasi, eksploitasi, bahkan dehumanisasi.

Transformasi Etik, Intelektual, dan Peradaban

Dalam merumuskan arah besar pendidikan Islam, pandangan dan orasi para pemangku kebijakan menjadi rujukan penting untuk membaca tantangan dan peluang ke depan. Salah satu pemikiran strategis yang patut dicermati adalah orasi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia, Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc., yang menempatkan pendidikan Islam dalam kerangka transformasi etik, intelektual, dan peradaban.

Baca Juga:  Klarifikasi Zulhas Soal Isu Banjir Sumatra: Pelurusan Fakta yang Harus Jadi Rujukan Publik

Pertama, menata ulang relasi agama dan ilmu pengetahuan. Tantangan pendidikan Islam saat ini antara lain masih kuatnya anggapan bahwa agama berseberangan dengan ilmu pengetahuan. Padahal, sejarah Islam justru menunjukkan bahwa tradisi keilmuan tumbuh dari kesadaran religius yang memandang pencarian ilmu sebagai bagian dari tanggung jawab moral. Relasi agama dan sains perlu ditata secara konstruktif, di mana agama menjadi sumber nilai dan arah etis, sementara ilmu memberi kemampuan memahami dan mengelola realitas.

Kedua, PTKIN sebagai penjaga etika teknologi di era digital. Perkembangan kecerdasan buatan, manipulasi data, dan algoritma digital telah menjadikan teknologi sebagai kekuatan yang membentuk struktur sosial dan politik. Dalam situasi ini, PTKIN memiliki posisi strategis sebagai pusat etika teknologi berbasis nilai dan fondasi teologis, sehingga inovasi tidak berjalan tanpa kendali moral.

Ketiga, dari STREAM ke STREAMS. Pengembangan konsep STREAM menjadi STREAMS menegaskan pentingnya pendekatan pendidikan yang holistik dengan menambahkan unsur Sport. Pendidikan tidak hanya menekankan aspek kognitif, tetapi juga keseimbangan jasmani, emosional, dan sosial, sejalan dengan pandangan Islam tentang kesempurnaan manusia.

Keempat, modal strategis PTKIN bagi kepemimpinan etika global. Dengan sekitar 40 UIN dan lebih dari 1,1 juta mahasiswa, PTKIN memiliki potensi besar untuk melahirkan kepemimpinan etika global berbasis nilai Islam. Lulusan PTKIN diharapkan unggul secara akademik sekaligus memiliki integritas, kepedulian sosial, dan tanggung jawab kemanusiaan.

Baca Juga:  Anggaran Pengawasan Fantastis DPRD Kota Metro: Alarm Bahaya Tata Kelola

Kelima, integrasi etika Islam dalam setiap disiplin keilmuan. Etika Islam perlu terintegrasi dalam seluruh mata kuliah dan disiplin ilmu, bukan hanya diajarkan sebagai materi tersendiri. Setiap bidang keilmuan harus selalu dikaitkan dengan tujuan, dampak, dan tanggung jawab sosial dari penerapannya.

Keenam, teknologi untuk kemanusiaan, bukan sekadar pertumbuhan ekonomi. Pendidikan Islam menawarkan koreksi penting terhadap modernitas yang sering menempatkan pertumbuhan ekonomi sebagai tujuan utama. Teknologi harus diarahkan untuk melayani manusia, keadilan sosial, dan martabat kemanusiaan.

Ketujuh, konsep akhlaqul algoritma. Gagasan ini menegaskan bahwa algoritma tidak boleh bebas nilai. Algoritma harus dibangun di atas prinsip keadilan, kejujuran, transparansi, dan kemanusiaan. Pendidikan Islam memiliki peluang besar untuk berkontribusi dalam kepemimpinan etika teknologi global.

Desain Peradaban Berbasis Cinta dan Nilai

Sebagai penegasan arah kebijakan pendidikan Islam ke depan, Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA, menyampaikan sejumlah pokok pemikiran strategis dalam perumusan Peta Jalan Pendidikan Islam.

Pertama, kurikulum sebagai desain umat masa depan. Kurikulum dipahami bukan sekadar daftar mata pelajaran, melainkan kristalisasi nilai, visi, dan orientasi hidup umat. Apa yang diajarkan hari ini akan membentuk karakter dan peradaban di masa depan.

Kedua, kurikulum berbasis cinta sebagai ruh pendidikan. Pendidikan Islam diarahkan untuk menumbuhkan empati, kepedulian sosial, penghormatan terhadap martabat manusia, dan tanggung jawab terhadap lingkungan.

Baca Juga:  Ketika Tokoh Lampung ‘Ngarep’ Lirikan ‘Si Ratu Midas’ Bunda Lee Jelang Pilkada

Ketiga, transformasi paradigma teologi dan pendidikan. Kurikulum perlu bersifat transformatif, mendorong pergeseran dari pendekatan eksklusif menuju religious-mindedness yang inklusif, reflektif, dan membebaskan.

Keempat, dimensi filosofis kurikulum berbasis cinta. Kurikulum ini bertumpu pada nilai kemanusiaan universal, solidaritas sosial, empati, dan semangat pengorbanan demi kebaikan bersama.

Kelima, kejelasan ontologi, epistemologi, dan aksiologi pendidikan. Pendidikan Islam harus memiliki kejelasan tentang hakikat manusia, cara memperoleh pengetahuan, serta tujuan penggunaan ilmu agar tidak kehilangan arah moral.

Keenam, kerja intelektual dan implementatif secara simultan. Pengembangan pendidikan Islam harus memadukan kerja konseptual dan praksis sosial, mengakhiri dikotomi antara pendidikan agama dan pendidikan umum.

Sebagai penutup, Peta Jalan Pendidikan Islam menegaskan bahwa pendidikan adalah proyek peradaban yang menuntut arah nilai, kedalaman makna, dan keberanian transformasi. Pendidikan Islam diarahkan untuk melahirkan manusia berilmu, berakhlak, dan bertanggung jawab terhadap kemanusiaan.

Sebagai bagian dari ekosistem Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, UIN Raden Intan Lampung memiliki peran strategis dalam mengaktualisasikan arah besar tersebut. Melalui penguatan kurikulum integratif, riset berdampak, dan pengabdian masyarakat yang berorientasi pada kemaslahatan, UIN Raden Intan Lampung berpeluang menjadi simpul penting dalam membangun kepemimpinan intelektual dan moral menuju terwujudnya Indonesia Emas.

Prof. H. Wan Jamaluddin Z., Ph.D

Rektor UIN Raden Intan Lampung, Peraih Penghargaan Tokoh Pendidikan Bervisi Global dan Pelestari Kearifan Lokal dari JMSI