Potensinews.id – Dugaan monopoli pengelolaan dana MoU media di Pekon Dadirejo.
Polemik seputar pengelolaan anggaran media di Pekon Dadirejo, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus, semakin mencuat ke permukaan.
Dugaan kuat adanya monopoli dan ketidaksesuaian prosedur dalam pembayaran MoU media menjadi sorotan utama.
Permasalahan ini terungkap saat sejumlah wartawan mempertanyakan pembayaran langganan koran mereka ke pemerintah pekon pada Jumat, 16 Agustus 2024.
Ketidakjelasan mekanisme pembayaran dan keterlibatan oknum anggota ormas dalam proses tersebut memicu kegaduhan.
Menurut keterangan Kasi Pemerintahan Pekon Dadirejo, pemerintah pekon telah menyerahkan sejumlah uang kepada seorang oknum yang mengaku sebagai anggota salah satu ormas untuk dibayarkan kepada para wartawan.
“Orang yang dari pekat itu kerumah terus, katanya mau nitip bayar ini, saya pikir pekat ada kerjasama dengan pekon,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Kasi Pemerintahan menjelaskan bahwa terdapat 30 media yang terdaftar sebagai penerima pembayaran melalui oknum tersebut.
Dana yang telah diserahkan mencapai Rp9 juta. Namun, daftar media yang terlampir dalam proposal pengajuan anggaran ternyata berbeda dengan daftar yang diberikan oleh oknum tersebut.
“List ini dari pekat, dana yang sudah di serahkan kepada oknum (AS) sejumlah 9 juta untuk 30 media sesuai yang di list,” jelasnya.
Bendahara Pekon Dadirejo juga membenarkan bahwa anggaran media dalam APBDes bersifat gelondongan dan tidak dirinci per media.
Hal ini semakin memperkuat dugaan adanya ketidaktransparanan dalam pengelolaan anggaran tersebut.
Ketika dikonfirmasi, oknum anggota ormas yang dimaksud membantah memiliki wewenang dalam pengelolaan dana tersebut.
Ia meminta para wartawan untuk menanyakan langsung kepada ketua ormas.
Namun, saat didatangi ke kantor ormas, oknum tersebut tidak berada di tempat.
Melalui pesan WhatsApp, oknum tersebut menyampaikan bahwa semua pembayaran telah diberikan kepada masing-masing media dan meminta para wartawan untuk tidak menanyakan kepadanya.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa.
Keterlibatan oknum anggota ormas dalam proses pembayaran media juga menimbulkan dugaan adanya konflik kepentingan. (Akmaluddin)