JMSI

Teguh Santosa: Kekuatan Militer Kunci Perdamaian Semenanjung Korea

×

Teguh Santosa: Kekuatan Militer Kunci Perdamaian Semenanjung Korea

Sebarkan artikel ini
Teguh Santosa: Kekuatan Militer Kunci Perdamaian Semenanjung Korea
Pengamat hubungan internasional, Dr. Teguh Santosa, dalam kuliah umum di Universitas Sebelas Maret (UNS) pada Jumat, 1 November 2024 lalu, menyoroti pentingnya keseimbangan kekuatan dalam menjaga perdamaian di Semenanjung Korea. Foto: Istimewa

Potensinews.id – Teguh Santosa kekuatan militer kunci perdamaian Semenanjung Korea.

Pengamat hubungan internasional, Dr. Teguh Santosa, dalam kuliah umum di Universitas Sebelas Maret (UNS) pada Jumat, 1 November 2024 lalu, menyoroti pentingnya keseimbangan kekuatan dalam menjaga perdamaian di Semenanjung Korea.

Menurut Teguh, perdamaian yang langgeng di kawasan ini sangat bergantung pada kekuatan militer yang seimbang antara kedua Korea dan negara-negara adidaya yang terlibat.

“Semakin seimbang kekuatan militer di kawasan, maka peluang terjadinya konflik bersenjata akan semakin kecil,” ujarnya.

Dalam paparannya, Teguh menjelaskan bahwa sejarah konflik di Semenanjung Korea merupakan cerminan dari dinamika politik internasional yang kompleks.

Adanya dua sistem ideologi yang berbeda, yakni kapitalisme dan komunisme, serta intervensi negara-negara adidaya telah memperumit persoalan di kawasan ini.

Baca Juga:  Jurnalis Wanita di Kalsel Tewas Dibunuh Anggota TNI AL, JMSI Kecam Keras

Teguh juga memaparkan konsep “logika permainan dua tingkat” yang dikemukakan oleh Robert D. Putnam.

Konsep ini menjelaskan bahwa kebijakan luar negeri suatu negara tidak hanya dipengaruhi oleh dinamika politik internasional, tetapi juga oleh dinamika politik dalam negeri.

“Dalam konteks Korea Utara, kebijakan nuklirnya tidak hanya dipandang sebagai ancaman terhadap keamanan regional, tetapi juga sebagai alat untuk menjaga stabilitas rezim di dalam negeri,” jelas Teguh.

Mengenai peluang reunifikasi kedua Korea, Teguh mengungkapkan bahwa prospek reunifikasi saat ini semakin sulit.

Penghapusan gagasan reunifikasi dari konstitusi Korea Utara menunjukkan bahwa Pyongyang lebih memilih untuk mempertahankan status quo.

“Korea Selatan, di sisi lain, masih mempertahankan tujuan reunifikasi dalam konstitusinya. Hal ini menjadi salah satu hambatan utama dalam upaya mewujudkan perdamaian di Semenanjung Korea,” ujarnya.

Baca Juga:  JMSI Lampung Berbagi Kebahagiaan, Santuni Warga Kurang Mampu di Way Halim

Teguh menyarankan agar kedua Korea dapat mencapai kesepakatan damai yang saling menguntungkan.

Salah satu opsi yang mungkin adalah dengan mengubah perjanjian gencatan senjata menjadi perjanjian damai.

“Dengan demikian, kedua negara dapat hidup berdampingan secara damai dan fokus pada pembangunan ekonomi,” kata Teguh.