Potensinews.id, JAKARTA – Mantan Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal (Wakabareskrim) Polri Irjen Pol (Purn) Johny M Samosir, membongkar adanya dugaan praktik mafia tambang di Sulawesi Tenggara.
Pria kelahiran 15 Desember 1967 tersebut melaporkan kasus ini ke Badan Reserser Kriminal (Bareskrim) Polri pada 31 Januari 2023.
Johny M Samosir datang didampingi kuasa Hukumnya Gunawa Raka.
”Benar, kami sudah melaporkan adanya kasus tersebut ke Bareskrim,” ujar Gunawan Raka, Jumat 3 Februari 2023.
Ketika diminta bukti laporan tersebut, Gunawan pun mengeluarkan STTLP (Surat Tanda Terima Laporan Polisi).
Surat laporan tersebut diterima dan ditandatangani oleh AKBP R Herminto Jaya, atas pelapor Irjen Pol (Purn) Drs Johny M Samosir dengan Nomor: STTL/037/I/2023/Bareskrim.
Dalam laporan tersebut adanya peristiwa pidana pemalusan dan atau penggelapan atau Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Ini sebagaimana dimaksud pasal 263 KUHP, Pasal 347 KUHP, Pasal 3, Pasal 4 dan PAsal 5 UU Nonor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Persitiwa terjadi sekitar bulan Maret 2018 dengan terlapor Huang Zuo Chao, Huang Bao Guang dan Zhu Ming Dong.
Ini sesuai dengan Laporan Polisi Nomor: LP/0057/I/2023/Bareskrim Polri tanggal 31 Januari 2023.
”Pada posisi tersebut klien kami mengetahui ketiganya (terlapor) telah melarikan diri. Bahkan telah dikeluarkan red notice namun belum berhasil ditangkap,” jelasnya.
Lalu bagaimana kronologi hingga 3 buronan ini muncul sebagai mafia tambang
Secara rinci Gunawan menjelaka, bahwa Huang Zuo Chao, Huang Bao Guang dan Zhu Ming Dong bertatus warga asing asal China yang bekerja atau beroperasi di Indonesia.
Ketiganya sudah menjadi buronan Indonesia dengan status Red Notice:
1. Huang Zuo chao dengan Surat Ketetapan Nomor: S.Tap/18/X/2019 Dit Reskrimsus tanggal 1O Oktober 2019 dan telah terbit Red Notice lnterpol Control Nomor: A-12595/12-2019.
2. Wang Bao Guang dengan Surat Penetapan Tersangka Nomor: S.Tap/01/I/2020/Dit Reskrimsus tanggal 29 Januari 2020 dan telah terbit Red Notice lnterpol Control Nomor: A-4645/5-2020.
Berdasarkan hasil pengumpulan alat bukti, petunjuk dan saksi, didiga terlibat dalam penggelapan atas aset-aset dan Keuangan PT. Konawe Putra Propertindo (PT. KPP) sebuah perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan.
”Huang Zuo Chao, Huang Bao Guang dan Zhu Ming Dong dan diduga ada keterlibatan pihak-pihak Iain membawa kabur dokumen-dokumen penting milik PT KKP,” jelasnya.
Dokumen apa saja yang dibawa WNA China tersebut? Gunawan mengatakan dokumen penting itu berupa surat asli berupa 64 sertifikat Hak Milik berikut lampirannya.
Seluruh 64 sertifikat tersebut berdasarkan Berita Acara Penyerahan Sertifikat 17 Desember 2019 oleh Notaris Sabrial Iksan, S.H., M.Kn.
Selanjutnya 79 Surat Pernyataan Pengalihan Penguasaan Bidang Tanah dari masyarakat ke PT Konawe Putra Propertindo berikut lampirannya.
Surat tersebut, berdasarkan tanda terima berkas permohonan hak PT Konawe Putra Propertindo seluas 1,921,444,17 m2 dari Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sulawesi Tenggara tanggal 19 Desember 2018.
Menariknya dari kasus mafia tambang ini, Johny M Samosir malah dijadikan tersangka.
”Klien kami ditetapkan sebagai tersangka karena kedudukannya selaku Direktur utama PT. Konawe Putra Propertindo. Padahal klien kami baru menjabat sebagai anggota Direksi pada tanggal 28 Maret 2018,” ungkap Gunawan.
Nah, atas fakta dan bukti yang ada, maka Johny M Samosir mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ini setelah, munculnya fakta-fakta adanya kriminalisasi.
Sebab, permohonan praperadilan tentang sah atau tidaknya penyidikan dan penetapan tersangka terhadap Johny M Samosir telah diterima Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada tanggal 18 April 2022 dengan nomor register 28/Pid.Pra/2022/PN.Jakarta Selatan.
Bahkan, dari hasil penyidikan, sambung Gunawan, mengarah adanya persekongkolan jahat.
Diduga dilakukan oleh Para Terlapor dalam Nomor: LP/281/VI/2O19/SPKT tanggal 20 Juni 2O19 yaitu PT. Virtue Dragon Nickel Industry (PT. VDNI) yang saat ini menjadi Pelapor.
”PT. VDNI melaporkan klien kami untuk menghindari tanggung jawabnya justru melaporkan pemohon ke Bareskrim Polri sebagaimana tertuang dalam laporan Polisi Nomor: LP/B/1063/Xll/2019/Bareskrim tanggal 26 Desember 2019,” ungkap Gunawan.
Dapat disimpulkan bawah Laporan Polisi yang disampaikan PT. VDNI dalam berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/1036/Xll/2019/Bareskrim tanggal 26 Desember 2019 adalah prematur.
”Peristiwa ini termasuk dalam lingkup keperdataan,” jelasnya.
Sementara, proses pembuktian bertentangan dengan pasal 184 KUHAP karena barang yang menjadi pokok perkara masih dalam persengketaan.
”Sehingga belum jelas siapa yang berhak atas obyek barang beperkara,” imbuhnya.
Parahnya lagi, objek tersebut pula yang digelapkan dibawa lari ke luar negeri ketiga WNA asal China tersebut.
Oleh karenanya, Johny M Samosir meminta pihak Kejaksaan Agung untuk menunda proses penyidikan dan penuntutan terhadap LP/B/1063/XII/2019/ Bareskrim atas nama Drs. Johny M. Samosir.
”Penundaan harus dilakukan sampai dengan dikeluarkannya putusan perkara perdata mengenai sengketa hak objek di atas,” jelas Gunawan Raka. (Red)