Potensinews.id, BANDAR LAMPUNG – Masyarakat Lampung adalah masyarakat yang musikal. Buktinya, hampir setiap kegiatan atau aktivitas ulun Lampung (orang Lampung) selalu melibatkan musik. Musik bagi masyarakat Lampung begitu penting sehingga generasi muda perlu mengetahui tradisi musik masyarakat Lampung.
Pandangan ini mengemuka dalam bedah buku Tradisi Musik Orang Lampung karya Dr. Riyan Hidayatullah, M.Pd. di Gedung Dewan Kesenian Lampung (DKL), Bandar Lampung, Minggu, 24/9/2023. Buku yang diterbitkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini dibahas praktisi musik R. Hari Jayaningrat dan Syapril Yamin dengan moderator Dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Dr. I Wayan Ardi Sumarta, M.Pd.
Menurut Riyan, masyarakat Lampung telah mengenal musik dalam waktu yang lama. “Musik digunakan, baik sebagai sekadar hiburan maupun sebagai bagian dari ritual penting dalam upacara adat. Keduanya tetap dianggap sebagai musik milik masyarakat lokal,” tegas dosen Prodi Pendidikan Musik Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Lampung ini.
Acara ini dihadiri oleh berbagai pihak, di antaranya, dosen, mahasiswa, praktisi musik tradisional Lampung, pemerhati budaya dan musik, perwakilan Kantor Bahasa Provinsi Lampung, perwakilan Dewan Kesenian Lampung Timur, dan perwakilan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung. Acara bedah buku dihadiri oleh Ketua Umum DKL Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.Si., Sekretaris Umum Bagus S. Pribadi, dan Ketua Komite Musik Agus Salim.
Ketua Umum DKL Satria Bangsawan mengatakan jika kegiatan bedah buku merupakan kegiatan yang sangat baik. Sebab, buku sebagai gerbang ilmu pengetahuan. Ketua Umum DKL menambahkan jika penulis sangat menginspirasi banyak generasi muda dan berharap banyak yang meniru jejaknya.
Buku Tradisi Musik Orang Lampung membahas, mulai dari kehidupan masyarakat Lampung yang musikal, praktik sosial orang Lampung dalam bermusik, klasifikasi alat musik, konteks budaya musik, masalah terminologi musik, sistem pewarisan atau transmisi musik hingga kondisi musik tradisional dan pemusiknya di era digital.
“Konteks era digital saat ini sangat relevan dengan kajian yang dibahas dalam buku, dan hal ini sudah tepat dilakukan (ditulis),” kata Hari Jayaningrat.
Meskipun bertema musik, kegiatan bedah buku tidak hanya dihadiri pelaku musik, tetapi juga dari unsur akademisi di luar bidang musik. Meskipun demikian, antusiasme para peserta yang hadir perlu diapresiasi karena hampir seluruhnya mengikuti jalan acara hingga akhir.
Hary mengatakan, setelah ini perlu dilakukan konsolidasi untuk menyepakati hal-hal apa saja yang perlu disinergikan antar seluruh elemen pelaku musik di Lampung. Melalui konsolidasi dan penyamaan persepsi, maka dapat terbentuk harmonisasi antarpelaku musik di Lampung.
Syapril Yamin memiliki pandangan tentang persoalan etik dalam praktik sosial musik di Lampung. Menurut dia perlu ada kesadaran seluruh elemen masyarakat agar bermusik dan meneliti dengan jujur (objektif).
Sebagai penulis, Riyan menyatakan jika kegiatan bedah buku ini hanya inisiasi untuk mempersatukan elemen masyarakat musik yang ada di Lampung. Melalui kegiatan bedah buku akan terjadi diskusi. Hal ini merupakan proses dialektika dalam menumbuhkembangkan literasi musik di Lampung.
Suasana bedah buku berjalan dengan sangat dinamis, karena peserta tidak hanya bertanya, tetapi juga berkomentar tentang persoalan yang dibahas di dalam buku tersebut. Hal inilah yang diharapkan oleh penulis dan Komite Musik DKL sebagai penyelenggara. Beberapa peserta bahkan tergugah untuk melakukan kolaborasi dalam melakukan penelitian dan penyusunan buku sejenis.
Selain menjawab kerinduan para akademisi dan praktisi musik pada kegiatan diskusi, kegiatan bedah buku juga berpotensi memberikan semangat baru pada upaya literasi musik di Lampung. Sebagian besar peserta yang hadir merupakan mahasiswa yang akan menjadi penerus pelaku musik di Lampung.*