Potensinews.id. BANDARLAMPUNG –Ratusan petani dari Desa Sripendowo dan 8 Desa lainnya di Lampung Timur berunjuk rasa di depan kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Lampung, Kamis, 30/11/2023.
Ratusan petani yang didampingi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bandarlampung meminta keadian terhadap lahan seluas 401 hektar di Desa Wana, Kec. Melinting yang telah mereka garap sejak 1968.
Lampung Timur berasal dari 8 desa antar lain : Desa Sripendowo, Desa Bandar Agung, Desa Waringin jaya, Desa Wana, Desa Srimenanti. Desa Giring mulyo, Desa Sribhawono, Desa
Brawijaya yang kesemuanya berada dalam wilayah Kabupaten Lampung Timur.
Lahan yang telah mereka garap selama kurang lebih 20 tahun tersebut, secara sepihak diterbitkan Sertifikat Hak Miliki (SHM) atas nama orang lain tanpa sepengetahuan para penggarap.
Suma Indrajarwadi selaku orator, meminta BPN Provinsi Lampung segera menuntaskan permasalahan sengketa lahan yang diduga dilakukan oleh mafia tanah, agar tidak menimbulkan konflik di masyarakat
“Kalau tidak segera diselesaikan maka akan ada konflik sosial di masyarakat. Hidup tani, hidup rakyat,” tegasnya disambut sorak ratusan pendemo
Adapun tuntutan yang di sampaikan oleh para petani yaknı :
1. Bongkar dugaan adanya mafia tanah dilahan garapan petani penggarap.
2. Tegakkan keadilan bagi petani penggarap melalui penegakkan hukum yang berpihak pada masyarakat korban.
3. Hentikan segala bentuk intimidasi terhadap masayarakat penggarap.
4. Cabut status kepemilikan atas tanah atas nama orang lain yang terbit diatas lahan petani penggarap.
Perlu diketahui, masyarakat telah menggarap lahan tersebut sejak 1968 secara turun temurun sampai dengan saat ini. Kemudian, pada tahun 2021 terbitlah sertifikat atas nama orang lain tanpa sepengetahuan masyarakat penggarap.
Sementara itu, masyarakat tidak pernah merasa mengalihkan lahan tersbut kepada orang lain baik sewa menyewa maupun melakukan jual beli karena mereka paham bahwa tanah yang mereka garap merupakan wilayah kehutanan Register 38 Gunung Balak.
Bahkan masyarakat tidak pernah mengetahui dan melihat adanya aktifitas pengukuran yang dilakukan oleh BPN Lampung Timur.
Masyarakat penggarap baru mengetahui lahan tersebut telah terbit sertifikat pada tahun 2021ketika ada seseorang yang tidak dikenal datang membawa bukti SHM dan meminta penggarap untuk membayar SHM tersebut.
Sebelumnya masyarakat mengira lahan yang mereka garap masuk kedalam kawasan hutan register 38 Gunung Balak, sehingga masyarakat tidak berupaya atau tidak pernah melakukan pengurusan secara administratif dengan melakukan pendaftaran tanah ke Kantor BPN Lampung Timur.
Lebih dari 264 KK menjadi korban yang terdiri dari 8 desa yang menggarap di lahan tersebut. Bahwa yang menjadi mayoritas penggarap berasal dari Desa
Sripendowo.
Masyarakat penggarap juga kerap kali didatangi oleh oknum-oknum yang mencari lahan dengan menunjukan kepemilikan SHM yang terbit pada tahun 2021.
Selain dari pada itu masyarakat juga
menerima intimidasi dengan bentuk dipaksa untuk membayar sertifikat dengan nominal uang sebesar Rp. 150.000.000 hingga Rp. 200.000.000 sesuai dengan luas lahan yang digarap.
Jika enggan membayar, masyarakat penggarap diancam akan dilaporkan ke Pihak kepolisian atas penyerobotan lahan. (Virgo)