Potensinews.id — KPK resmi menahan tiga tersangka kasus dugaan suap terkait kerja sama pengelolaan kawasan hutan di Provinsi Lampung, yang melibatkan direksi PT Inhutani V dan anak perusahaan dari raksasa perkebunan, Sungai Budi Group.
Ketiga tersangka yang ditahan pasca Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Rabu, 13 Agustus 2025 adalah:
1. Dicky Yuana Rady (DIC), Direktur Utama PT Inhutani V (sebagai penerima suap).
2. Djunaidi (DJN), Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PML) – anak perusahaan Sungai Budi Group (sebagai pemberi suap).
3. Aditya (ADT), Staf Perizinan Sungai Budi Group (sebagai pemberi suap).
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan kasus ini terkait dugaan suap dalam pengurusan izin pemanfaatan kawasan hutan yang dikelola oleh PT Inhutani V di Lampung.
Sejak Kamis, 14 Agustus 2025, ketiga tersangka tersebut ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta, sembari menunggu proses persidangan.
Kasus ini berawal dari OTT KPK pada 13 Agustus 2025 di empat lokasi, Jakarta, Bekasi, Depok, dan Bogor, di mana tim KPK mengamankan sembilan orang.
Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, menjelaskan suap tersebut berkaitan dengan pengurusan izin pemanfaatan kawasan hutan, melibatkan direksi Inhutani V, anak usaha Perhutani dan pihak swasta.
PT Inhutani V memiliki hak areal di Lampung seluas 56.547 hektare.
Sekitar 55.157 hektare di antaranya dikerjasamakan dengan PT PML yang mencakup Register 42 Rebang, Register 44 Muaradua, dan Register 46 Way Hanakau.
Menurut Asep Guntur, kerja sama antara Inhutani V dan PT PML pada awalnya bermasalah. PT PML sempat tidak melaksanakan kewajiban membayar PBB dan pinjaman dana reboisasi, serta ganti rugi sebesar Rp3,4 miliar berdasarkan putusan Mahkamah Agung pada 2023.
Namun, pada awal 2024, PT PML tetap berniat melanjutkan kerja sama pengelolaan kawasan hutan tersebut.
KPK menduga suap mulai mengalir sejak Juni 2024, ketika Dicky Yuana Rady menyetujui pengelolaan hutan oleh PT PML dalam Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan (RKUPH).
Agustus 2024, PT PML melalui Djunaidi diduga mengeluarkan uang senilai Rp4,2 miliar untuk kepentingan Inhutani.
Pada saat yang sama, Dicky diduga menerima uang tunai dari Djunaidi senilai Rp100 juta untuk keperluan pribadi.
Februari 2025, Dicky menandatangani Rencana Kerja Tahunan (RKT) Inhutani V yang mengakomodasi kepentingan PT PML.
Diduga, PT PML telah mengeluarkan dana hingga Rp21 miliar untuk modal pengelolaan hutan, yang mengubah laporan keuangan Inhutani dari merah menjadi hijau dan mengamankan posisi Dicky.
Juli/Agustus 2025, Dicky meminta mobil baru kepada Djunaidi saat bertemu di lapangan golf.
Djunaidi menyanggupi dan mengurus pembelian 1 unit mobil baru seharga Rp2,3 miliar.
Agustus 2025 (Saat OTT), Aditya (staf SB Group) mengantarkan uang senilai 189 ribu Dolar Singapura (sekitar Rp2,4 miliar) dari Djunaidi untuk Dicky di Kantor Inhutani V.
Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan sejumlah barang bukti, antara lain:
* Uang tunai sebesar 189 ribu Dolar Singapura (sekitar Rp2,4 miliar).
* Uang tunai Rp8,5 juta.
* Satu unit mobil Rubicon dan satu unit mobil Pajero milik Dicky.
Sementara itu, untuk mendalami kasus ini, KPK telah memanggil beberapa saksi, termasuk Komisaris PT Inhutani V, Apik Karyana, serta staf Sungai Budi Group, Ong Lina, pada Selasa, 26 Agustus 2025.












