Potensinews.id, BANDARLAMPUNG – Event Organizer (EO) PT Garindo Media
Tama penyelenggara konser temu kangen Denny Caknan menilai Pemerintah Kota (Pemkot) Bandarlampung mematok tarif pajak hiburan 25 persen telalu besar
Menurut Pengusaha EO Dian Eka Yanto, tarif pajak sebesat 25 persen yang ditentukan Pemkot tidak sesuai dengan penjualan tiket konser yang ia selenggarakan. Ia menilai, nominal pajak hiburan disamaratakan dengan pajak hiburan klub malam
“Kami diwajibkan bayar pajak hiburan 25 persen atau Rp120 juta dari total penjualan tiket. Masa disamakan dengan pajak klub malam. Padahal, saya tidak jual miras dan wanita,” kata Dian saat dihubungi potensinews.id, Selasa (11/07)
Dian menilai, besaran pajak yang ditentukan oleh Pemkot Bandarlampung untuk hiburan lebih tinggi dari kota lain, meskipun dibandingkan dengan kota besar Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta
“Setahu saya di Provinsi lain (pajak) kecil. Contoh, di DKI Jakarta, pakai artis Jakarta (pajak) cuma 5%, artis Nasional itu. Terus, saya event di Jambi tiket terjual lima ribu penonton, kena pajak sekitar Rp32 juta,” terangnya
Lebih lanjut, sebelumnya Dian sempat meminta keringanan pajak kepada Dinas Pariwisata Kota Bandarlampung untuk menyesuaikan tarif tiket untuk penonton setia Denny Caknan
“Buat kami pelaku ekonomi kreatif sangat memberatkan. Kami sudah sampaikan ke Kadisi Pariwisatan, katanya nanti akan dibahas, tapi tak ada lanjutan
Dian mengaku acaranya merugi karena dirinya menurunkan tarif tiket konser. Padahal, ia berniat meringankan masyarakat Lampung yang notabene penggemar berat Denny Caknan. Namun kenyataannya ia terpaksa menelan pil pahit akibat tarif pajak, sementara biaya operasional konser besar
“Seharusnya (tarif tiket) di angka Rp200 ribu, tapi apa masyarakat bisa membeli? Apalagi kecintaan Denny Caknan dari segala lapisan. Tau sendiri jual tiket Rp125 ribu saja susah,” ujar Dian
“Saat kami menghadap, agak kaget pajak ditentukan 25 persen. Sementara tiga ribu tiket sudah terlanjur terjual. Karena kami tidak mau bikin penggemar kecewa, kami tetap jalan dengan segala resikonya,” tukasnya
Meski tahu akan merugi, Dian tetap berani menyelenggarakan koser dengan alasan idialisme serta menjaga musikalitas budaya daerah sebagai ciri khas Nusantara
“Saya pengen musik tradisional menjadi tuan rumah. Bagaimana kita memacu musisi daerah tak malu menyanyikan lagu daerah dan melestarikan kebudayaan, gak cuma jadi konsumen K-Pop. Saya kira karena idialisme itu,”
Pada event itu Dian mengaku merugi hingga ratusan juta. Selain biaya operasional, seperti sewa lapangan, sewa sound system, tarif artis, transportasi, penginapan, hingga konsumsi, belum lagi ia harus mengeluarkan biaya non teknis
“Variabel-variabel itu. Makanya, kalau ditanya mau bikin konser di Bandarlampung kami nyerah, mas. Sudah kapok, sudah dua kali,” pungkasnya. (Virgo)