Potensinews.id – Pers sebagai penjaga demokrasi.
Dalam setiap perjalanan demokrasi, ada pilar yang seringkali menjadi penopang kokohnya sistem: pers. Tidak berlebihan bila jurnalis disebut sebagai pilar keempat demokrasi.
Tanpa pers yang bebas, kritis, dan konsisten berpihak kepada kepentingan masyarakat banyak, demokrasi akan pincang.
Namun, seiring berjalannya waktu, profesi jurnalis seringkali dihadapkan pada dilema. Di satu sisi, ada tekanan kepentingan politik dan ekonomi. Di sisi lain, ada idealisme yang menuntut keberpihakan kepada kebenaran dan suara rakyat. Dalam situasi inilah, konsistensi seorang jurnalis diuji.
Konsistensi adalah kunci. Wartawan tidak boleh hanya tajam ke luar tapi tumpul ke dalam. Ia harus mampu menjaga idealisme meski berhadapan dengan kekuasaan, uang, atau bahkan risiko keselamatan.
Pilihan untuk berpihak kepada kepentingan masyarakat banyak adalah fondasi moral yang harus dijunjung tinggi.
Konsistensi inilah yang membuat karya jurnalistik bernilai. Bukan sekadar berita, tetapi pesan moral, kontrol sosial, dan pembelaan terhadap yang lemah. Tanpa konsistensi, berita kehilangan ruhnya, dan jurnalis kehilangan martabatnya.
Bekerja sebagai jurnalis bukan pekerjaan biasa. Ia menuntut tenaga, pikiran, waktu, bahkan kadang perasaan. Tidak sedikit jurnalis yang terjebak pada rutinitas sehingga merasa terbebani.
Padahal, rahasia untuk bertahan lama dalam profesi ini adalah menjadikan pekerjaan sebagai hobi.
Ketika jurnalis menyukai aktivitasnya, capek menjadi nikmat. Lelah berubah jadi kebahagiaan karena merasa sedang menjalani panggilan jiwa. Lebih dari itu, rezeki yang dihasilkan pun terasa lebih berkah karena lahir dari kerja tulus yang diniatkan untuk kepentingan publik.
Dalam sejarah bangsa, pers telah membuktikan diri sebagai kekuatan yang mampu mengubah arah.
Dari masa perjuangan, era reformasi, hingga kini, jurnalis tetap menjadi saksi sekaligus penggerak perubahan. Tetapi untuk terus berperan, jurnalis harus memelihara idealisme dan gairahnya.
Menyukai aktivitas jurnalistik bukan hanya soal kenyamanan pribadi, melainkan juga soal tanggung jawab sosial. Karena ketika jurnalis bekerja dengan cinta, berita yang lahir bukan sekadar informasi, tetapi juga inspirasi.
Menjadi jurnalis adalah pilihan mulia. Ia bukan sekadar profesi, tetapi panggilan. Untuk itu, jangan biarkan rutinitas menggerus semangat.
Tetaplah konsisten berpihak kepada kepentingan masyarakat banyak. Dan yang terpenting, cintailah pekerjaan ini. Jadikan ia sebagai hobi, agar lelah berubah menjadi nikmat dan rezeki yang didapat menjadi lebih berkah.
Oleh: Junaidi Ismail, S.H
Wartawan Utama Dewan Pers