Potensinews.id – Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama (FUSA) UIN Raden Intan Lampung tengah menghadapi sorotan dari internalnya sendiri.
Hal ini dipicu oleh anjloknya jumlah mahasiswa baru (Maba) FUSA tahun akademik 2025 yang hanya mencapai 65 orang, terendah di antara seluruh fakultas di kampus tersebut.
Angka yang mengkhawatirkan ini lantas memantik reaksi keras dari Aliansi Mahasiswa Ushuluddin yang menuntut evaluasi total terhadap kepemimpinan dan kebijakan fakultas.
Data resmi Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) UIN Raden Intan Lampung 2025 mencatat total 4.174 Maba dikukuhkan.
Dengan hanya menyumbang 65 Maba, FUSA, yang merupakan salah satu pilar tertua dalam tradisi keilmuan Islam di UIN RIL, dinilai gagal menjaga daya tarik di tengah perkembangan fakultas lain yang mengalami peningkatan signifikan.
Dalam pernyataan sikapnya, mahasiswa menilai kondisi ini adalah cerminan dari kebijakan pimpinan fakultas yang gagal menjalankan Rencana Strategis (RENSTRA) FUSA 2023–2027.
Padahal, dokumen RENSTRA tersebut secara eksplisit menargetkan peningkatan kuantitas dan kualitas mahasiswa serta pencapaian program unggulan.
“Fakta ini bukan sekadar statistik, melainkan cermin nyata dari gagalnya birokrasi fakultas dalam menjaga eksistensi dan marwah keilmuan Ushuluddin,” demikian bunyi pernyataan sikap Aliansi Mahasiswa FUSA, Senin, 1 Desember 2025.
Mahasiswa juga menyoroti minimnya langkah strategis dan inisiatif dari pihak fakultas untuk memperkenalkan kembali Ushuluddin kepada masyarakat luas.
Mereka menyebut promosi fakultas nyaris tidak terdengar, sementara fakultas lain gencar berinovasi.
Selain kegagalan promosi, mahasiswa juga mengkritik gaya birokrasi yang mereka sebut kaku, lamban, dan tidak visioner, serta terkesan menutup mata terhadap realitas penurunan minat mahasiswa.
Lebih lanjut, pernyataan tersebut juga secara tegas menolak gaya kepemimpinan yang disebut represif dan mematikan demokrasi di lingkungan fakultas, menganggap birokrasi tidak percaya pada kemampuan mahasiswa untuk berdemokrasi.
Menanggapi krisis eksistensi ini, Aliansi Mahasiswa Fakultas Ushuluddin mengajukan sejumlah tuntutan tegas:
1. Evaluasi Total: Menuntut pimpinan fakultas melakukan evaluasi total terhadap sistem promosi, penerimaan mahasiswa, dan strategi pengembangan akademik.
2. Transparansi: Mendesak adanya transparansi dan akuntabilitas birokrasi dalam setiap kebijakan yang berdampak pada keberlangsungan fakultas.
3. Pembaruan Visi: Mendorong pembaruan visi dan arah keilmuan Fakultas Ushuluddin agar lebih relevan dengan tantangan zaman.
4. Menolak Represif: Menolak gaya birokrasi represif yang mematikan kehidupan demokrasi di fakultas ushuluddin.
Aliansi Mahasiswa Fakultas Ushuluddin menegaskan akan terus mengawal dan mengkritisi birokrasi fakultas sampai ada langkah nyata untuk memperbaiki krisis ini.
Mereka menuntut audit dan tindakan korektif segera untuk mencegah kerusakan jangka panjang pada reputasi dan fungsi akademik fakultas.
“Ushuluddin bukan sekadar nama, ia adalah ruh keilmuan dan identitas kampus Islam yang harus dijaga. Jika birokrasi gagal, maka mahasiswa akan berdiri di barisan depan untuk mengingatkan dan memperjuangkannya,” tutup pernyataan itu.












