Opini

Klarifikasi Zulhas Soal Isu Banjir Sumatra: Pelurusan Fakta yang Harus Jadi Rujukan Publik

×

Klarifikasi Zulhas Soal Isu Banjir Sumatra: Pelurusan Fakta yang Harus Jadi Rujukan Publik

Sebarkan artikel ini
Klarifikasi Zulhas Soal Isu Banjir Sumatra: Pelurusan Fakta yang Harus Jadi Rujukan Publik
Dr. Resmen Kadapi, SH., MH. | Ist

Potensinews.id – Di tengah derasnya opini publik dan simpang siur informasi terkait penyebab banjir besar di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, Zulkifli Hasan (Zulhas) memberikan klarifikasi langsung dalam forum Penutupan Silaknas dan Milad ke-35 ICMI di Bali. Dengan penyampaian tenang namun tegas, Ketua Umum PAN tersebut mengajak publik kembali pada fakta, bukan asumsi yang berkembang di media sosial.

Klarifikasi ini menjadi penting karena isu yang menyebut dirinya sebagai penyebab banjir terus berkembang tanpa dasar geografis maupun administratif yang jelas. Zulhas, yang pernah menjabat sebagai Menteri Kehutanan, menanggapi tuduhan itu dengan dua pendekatan utama: data dan logika ruang.

Banjir Terjadi di Aceh, Sumut, dan Sumbar, Sementara Tesso Nilo Berada di Riau

Salah satu isu yang ramai dibicarakan adalah klaim bahwa kerusakan Taman Nasional Tesso Nilo memicu banjir besar di tiga provinsi tersebut. Zulhas menegaskan bahwa tuduhan itu tidak masuk akal secara geografis.

“Tesso Nilo itu di Riau, bukan di Aceh, bukan di Sumut, bukan di Sumbar,” ujarnya.

Ini menegaskan bahwa kawasan konservasi tersebut berada jauh dari titik-titik banjir. Bahkan, Riau tidak mengalami banjir dalam periode yang sama. Logika penyebab-akibat tentu harus mempertimbangkan letak wilayah, alur sungai, dan struktur bentang alam, bukan sekadar menghubungkan isu yang sedang viral.

Baca Juga:  Banjir Bandar Lampung Bencana Kebijakan yang Direstui Pelanggaran Struktural

Tidak Ada Izin Baru untuk Aceh, Sumut, dan Sumbar

Zulhas juga menyampaikan fakta administratif yang sering luput dari perhatian publik. Selama menjabat sebagai Menteri Kehutanan, ia menegaskan tidak pernah mengeluarkan izin pemanfaatan hutan, pelepasan kawasan, atau izin korporasi apa pun untuk tiga provinsi yang terdampak banjir.

Alasannya bukan hanya kehati-hatian, tetapi karena lahan di wilayah tersebut sudah dialokasikan sejak era Orde Baru, sehingga tidak ada ruang hukum maupun fisik untuk penerbitan izin baru. Dengan demikian, tuduhan bahwa banjir dipicu oleh izin baru adalah keliru. Persoalan banjir lebih terkait dengan kerusakan DAS lama, longsoran, serta perubahan tata guna lahan jangka panjang.

Kerusakan Tesso Nilo Disebabkan Perambahan, Bukan Izin Pemerintah

Zulhas turut menguraikan persoalan Tesso Nilo dengan lebih jelas. Ia menegaskan bahwa tidak mungkin ada izin perkebunan di kawasan taman nasional, baik pada masa jabatannya maupun pada era menteri lain. Regulasi kawasan konservasi melarang hal tersebut.

“Di taman nasional, tidak ada izin baru. Tidak boleh. Yang terjadi itu perambahan,” tegasnya.

Kerusakan Tesso Nilo, menurutnya, disebabkan oleh masuknya sekitar 40.000–50.000 perambah yang membuka lahan secara ilegal pada masa awal reformasi. Situasi itu diperburuk oleh lemahnya penegakan hukum daerah dan tingginya tensi politik lokal.

Baca Juga:  Meluruskan Tuduhan, Menegakkan Fakta: Klarifikasi Zulhas tentang Banjir Sumatra dan Taman Nasional Tesso Nilo

Pengalaman Lapangan: Perambah Mengalahkan Aparat

Zulhas juga menceritakan pengalamannya ketika turun langsung menangani perambahan. Banyak operasi harus dihentikan karena perlawanan besar dari kelompok perambah. Pesawat patroli tidak bisa mendarat, aparat menghadapi tekanan di lapangan, dan operasi berlangsung berhari-hari tanpa hasil signifikan.

Kondisi ini menunjukkan bahwa kerusakan Tesso Nilo bukan persoalan regulasi kementerian, melainkan persoalan sosial-ekonomi yang kompleks.

Penertiban Besar-Besaran: 4 Juta Hektare Kebun Ilegal Ditindak

Zulhas memberikan apresiasi pada operasi penegakan hukum yang dilakukan pemerintah saat ini. Melibatkan TNI AD, AL, AU, serta KLHK, operasi tersebut berhasil menertibkan setidaknya 4 juta hektare kebun ilegal, termasuk di kawasan yang sebelumnya sulit disentuh.

Ini membuktikan bahwa ketika negara hadir secara penuh, perambahan dapat dihentikan. Lebih penting lagi, isu banjir dan Tesso Nilo tidak berkaitan dengan penerbitan izin baru, melainkan akumulasi perambahan yang terjadi selama puluhan tahun.

Isu 1,6 Juta Hektare Adalah Penataan Ruang, Bukan Izin Baru

Zulhas juga mengklarifikasi isu 1,6 juta hektare yang sering disalahartikan sebagai pemberian izin baru. Ia menegaskan bahwa itu merupakan bagian dari penataan ruang nasional, bukan pelepasan kawasan untuk perkebunan.

Baca Juga:  Hukum sebagai Penjaga Integritas Jurnalisme dan Penopang Demokrasi

Penataan tersebut mencakup kampung tua, permukiman adat, jalan, pasar, pemekaran wilayah administratif, dan fasilitas umum yang sudah lama berdiri. Semuanya bertujuan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.

Pelajaran Publik: Lihat Fakta, Bukan Narasi Viral

Klarifikasi Zulhas di forum ICMI memberikan pesan penting: di era media sosial, kebenaran sering kalah oleh narasi yang mudah dipercaya. Padahal, isu lingkungan dan tata ruang adalah persoalan kompleks yang membutuhkan ketelitian dalam membaca fakta.

Banjir di Sumatra adalah persoalan multidimensi, dipengaruhi oleh degradasi DAS, perubahan iklim, dan tata ruang yang tidak tertata baik selama puluhan tahun. Menyederhanakan penyebabnya pada satu individu hanya memperkeruh keadaan.

ICMI dan Tanggung Jawab Intelektual

Sebagai wadah cendekiawan Muslim, ICMI memegang peran penting dalam meluruskan informasi dan memperkuat tradisi berpikir ilmiah. Klarifikasi Zulhas menjadi pengingat bahwa perdebatan publik harus bertumpu pada data, logika, ketepatan fakta, serta keadilan dalam menilai.

Pembangunan Indonesia, khususnya dalam pengelolaan sumber daya alam, membutuhkan nalar jernih dan komitmen pada kebenaran.